Cherreads

Chapter 18 - BAB II.VII : Hydra Killing Mission

Langkah-langkah berat menapaki jalanan berbatu, semakin dalam ke wilayah yang sunyi. Empat bayangan menembus semak dan bebatuan menuju tempat yang disebut sebagai sarang dari makhluk mengerikan—Hydra berkepala sembilan. Udara di sekeliling mulai terasa panas, seolah tempat itu mengusir setiap bentuk kehidupan.

"Hei... Apakah masih jauh lagi?" tanya Ark, suaranya terdengar berat, lelah.

Blaze, yang memegang peta lusuh di tangannya, mengerling sebentar ke arah lembaran itu. "Iya... sebentar lagi... kayaknya."

Tanpa berkata apa-apa, Misa meraih peta dari tangan Blaze. Tatapannya serius, penuh konsentrasi. "Hmm… sepertinya kita salah jalan," gumamnya.

Ark menatap Blaze dengan wajah tak percaya. "Blaze, kau nggak bisa baca arah mata angin ya?"

Blaze tersenyum kaku. "Aku bisa kok."

"Kalau begitu, tunjukkan di mana arah timur."

Blaze menunjuk. "Disitu."

"Itu barat," jawab Ark, tak bisa menahan tawa kecilnya. "Kau kuat, tapi bodoh juga rupanya."

Blaze hanya menggaruk kepalanya. "Hehe... Nggak ada yang ngajarin soalnya…"

Lisa memandangnya penasaran. "Kau nggak pernah sekolah?"

Blaze mengangguk pelan. "Aku yatim piatu. Sejak bayi, aku diasuh nenek. Kedua orang tuaku sudah meninggal... Ayah gugur membela negara Ra. Ibuku meninggal setelah melahirkanku."

Hening. Tidak ada yang berbicara selama beberapa detik, sampai akhirnya Ark berdeham pelan.

"Kau punya semangat yang luar biasa, Blaze," ucapnya pelan. "Ayo, sekarang kita belok kiri."

Setelah menuruni sebuah jurang sempit, mereka tiba di depan sebuah goa raksasa yang tampak seperti perut bumi itu sendiri. Bau belerang menusuk hidung, dan hawa panas mulai merambat dari celah gelap di dalamnya.

"Ini dia… sarangnya," gumam Lisa.

"Kalau begitu, ayo kita masuk dan habisi dia!" seru Blaze penuh semangat.

Ark mengangkat tangan. "Tunggu. Jangan gegabah. Kita tidak tahu apa yang menunggu di dalam."

Mereka berdiskusi, menyusun rencana. Lisa dan Misa bertugas melemahkan kaki sang Hydra. Ark akan memenggal kepala-kepalanya, dan Blaze akan membakar luka tersebut dengan apinya agar tak tumbuh kembali.

Tak lama, suara gemuruh menggetarkan tanah. Dari kegelapan, sang Hydra muncul, sembilan kepala melata di udara, matanya berkilat seperti neraka.

Pertempuran pun dimulai.

Lisa dan Misa menyerang lebih dulu, melompat lincah dan menyerang empat kaki sang monster. Namun kesombongan sesaat membuat lengah.

"Ini mudah!" seru Lisa, lalu—

"Lisa! AWAS!!" jerit Misa.

Satu sabetan ekor raksasa melayang di udara, menghantam Lisa hingga tubuh mungil itu terbang jauh, menghantam batu besar. Darah mengalir dari kepalanya, dan tubuhnya tak bergerak.

"MISA!! LISA!!!" teriak Blaze, hendak berlari, tapi Ark menahannya.

Namun Misa sudah lebih dulu berlari menghampiri adiknya. "Lisa! Bangun! Bangun, adikku!!" tangisnya pecah.

Ark dan Blaze akhirnya maju, mencoba menyelamatkan mereka. Hydra menyemburkan api. Blaze berhasil menghindar di balik batu, tapi Ark…

Sosok besar itu terlalu lambat. Semburan api menyelimuti tubuhnya. Dalam sekejap, Ark Noa, si raksasa kuat, berubah menjadi abu dan arang di hadapan Blaze.

"ARK!!" jerit Blaze, air matanya tak tertahankan.

Ia berlari, mengguncang tubuh yang sudah gosong itu. "ARK...! Bangun...!"

Namun kematian telah menutup matanya.

Blaze terpaku, sejenak kehilangan semua tenaga. Lalu ia teringat—Ririsa bersaudari. Ia menoleh…

Terlambat.

Salah satu kepala Hydra menebas tubuh Misa. Yang lain melahap Lisa yang tak berdaya. Darah mengalir, memenuhi tanah.

"LISA!! MISA!!" suara Blaze pecah, seolah seluruh dunia runtuh di sekelilingnya.

Dalam sekejap, amarahnya meledak. Seluruh tubuhnya menyala, bukan merah… tapi hitam. Api paling gelap, paling mematikan.

"AAAAAAAAAHHHHH!!!"

Ia melompat, mengumpulkan seluruh kekuatannya. Di tangan kanannya, bola api hitam sebesar rumah muncul—Black Fireball, jurus terlarang dari amarah terdalamnya.

"INI UNTUK KALIAN!!" teriaknya.

Api hitam meluncur ke arah Hydra, menyapu udara, membakar segala yang disentuhnya. Jeritan sembilan kepala menggema, sebelum akhirnya makhluk itu menjadi abu. Tak tersisa apa-apa—tak kepala, tak tubuh, tak bukti.

Dan Blaze… berdiri di sana, sendirian. Nafasnya berat. Matanya kosong.

Ia telah menang.

Namun tak mendapatkan apapun.

Tidak uang. Tidak pengakuan.

Hanya kesunyian dan tiga jasad sahabat yang kini tak lagi bernyawa.

More Chapters