Cherreads

Chapter 5 - Bab 5-suatu kehormatan

Langit sore menggantungkan semburat jingga keemasan di atas cakrawala ketika Reno dan teman-temannya melangkah pulang dari kota Karden. Jalan setapak yang membelah padang rumput tampak lengang, hanya diiringi hembusan angin yang menggoyangkan rerumputan. Di antara mereka, Leo berjalan paling depan sambil menguap lebar, sementara Kain menunduk, sesekali mencolek batu kecil di depannya. Mira dan Lia mengikuti dari belakang, berbicara pelan, sedang Reno berjalan tenang di tengah-tengah mereka, matanya mengamati langit yang mulai meremang.

Namun ketenangan itu tak berlangsung lama.

Tiba-tiba, dari kejauhan, terdengar teriakan dan gemuruh kuda yang menderap cepat. Rombongan berkuda melintas, tampak terdesak dan berusaha menghindari sesuatu. Tidak lama kemudian, terdengar jeritan tajam dan benturan senjata. Reno dan yang lainnya sontak menghentikan langkah. Dari balik pepohonan, mereka melihat kereta kerajaan berhenti, dikepung oleh sekelompok bandit bersenjata.

"Bandit," gumam Arkas, yang diam-diam mengikuti mereka dari belakang sebagai penjaga, kini berdiri dengan tangan di pedangnya.

Tanpa aba-aba, Reno berlari lebih dulu, disusul oleh yang lain. Leo menggertakkan giginya, "Kita bantu mereka!"

Pertarungan berlangsung cepat. Meskipun bandit-bandit itu tangguh, kekompakan mereka membuat perbedaan. Reno, dengan gerakan cepat dan akurat, mengalihkan perhatian dua bandit yang nyaris menerobos kereta. Kain menahan serangan dari samping, sementara Leo menghantam bandit lain dengan batu besar. Mira dan Lia, meski ragu, berhasil membantu warga kerajaan yang terjebak.

Salah satu penjaga istana-seorang pria paruh baya dengan rambut keperakan dan mata tajam-terlihat kagum akan keberanian mereka. Ia hanya berdiri memantau, sesekali turun tangan ketika situasi memburuk. Namun sorot matanya memperhatikan Reno dengan seksama.

Setelah bandit-bandit itu berhasil diusir, kereta terbuka. Dari dalamnya, tampak seorang wanita anggun dengan gaun kerajaan berwarna ungu keperakan turun, wajahnya lembut namun berwibawa. Di sebelahnya, seorang gadis muda dengan mata lembut seperti danau, mengenakan gaun sederhana berwarna biru muda. Wajahnya tenang, namun tatapan matanya menyimpan ketegasan.

Ratu Elvianne dan Putri Selestra.

Reno terdiam, napasnya memburu. Dia tak menyangka akan bertemu dengan keluarga kerajaan secara langsung.

Hari mulai gelap ketika mereka akhirnya sampai di rumah Arkas. Bangunan sederhana itu terasa hangat di tengah dinginnya malam. Tanpa banyak bicara, mereka semua segera tertidur karena kelelahan.

Keesokan paginya, matahari baru saja menyusup ke sela-sela jendela ketika terdengar teriakan dari halaman.

"Reno! Bangun cepat!"

Reno membuka matanya malas. Ia mendengar suara Leo dari luar, menggelegar seperti biasa. Dengan mata setengah terbuka, ia bangkit dan berjalan ke jendela. Pemandangan yang ia lihat membuatnya langsung terbelalak.

Di halaman depan rumah mereka, berdiri rombongan orang berpakaian rapi. Di tengahnya, tampak Ratu Elvianne dan Putri Selestra berdiri tenang. Arkas berdiri di depan mereka, tampak sudah tahu akan kedatangan ini.

Reno melangkah cepat keluar.

Tak lama, Kain muncul dari arah sumur sambil membawa dua ember air. Melihat situasi di depan rumah, ia langsung berseru dengan suara tinggi.

"Hei kau, kau sudah membuat masalah dengan siapa lagi?" serunya pada Leo.

Leo membalas cepat. "Aku tidak melakukannya! Sumpah!"

Semua mata tertuju pada Reno yang baru muncul dengan rambut acak-acakan.

"Apa? Apa bukti kalian ingin menyalahkanku?" seru Reno dengan nada kesal.

"Yah memang tidak mungkin, tapi siapa tahu," sahut Kain, menatap curiga.

"Diamlah bocah," potong Arkas dengan suara tenang. "Tuan putri dan ratu datang hanya ingin mengucapkan terima kasih atas tindakan kita kemarin. Lebih baik kalian kemari. Tapi sebelum itu, ayo masuklah. Aku tak ingin orang terhormat berdiri di depan pintu rumah yang sederhana ini."

Ratu Elvianne tersenyum anggun. "Kami hanya datang sebagai ungkapan terima kasih," ucapnya lembut.

Putri Selestra hanya tersenyum lembut, matanya menatap mereka semua dengan penuh rasa hormat.

Setelah masuk, Reno menyuguhkan teh dengan gerakan elegan, seperti pelayan di istananya dulu. Gerakannya halus dan terlatih, membuat Ratu Elvianne menutup mulutnya menahan tawa kecil.

Leo dan Kain langsung menatap Reno sinis dan bergumam dengan nada jengkel.

Tak lama kemudian, Mira dan Lia masuk bersama orang tua mereka. Ratu Elvianne memandang mereka, lalu berkata dengan nada halus, "Bolehkah orang tua dua gadis ini duduk bersama kami?"

"Tentu, dengan senang hati," jawab Arkas, lalu mengambil beberapa kursi tambahan.

Setelah semuanya duduk, Ratu menatap Arkas dan berkata, "Bolehkah kau memperkenalkan anak-anak yang kemarin membantu kami?"

Arkas pun memperkenalkan Reno, Leo, Kain, Mira, dan Lia.

Ratu Elvianne tersenyum. "Hmm... Tiga anak gadis dan dua laki-laki. Tapi aku hanya bisa memberi empat tempat."

Seketika Mira, Lia, Leo, Kain, dan Reno terkejut.

Leo bertanya, "Tiga anak gadis?" dalam hati ia berpikir, "Apa Ratu salah ucap?"

Ratu mendengar pertanyaan itu dan memperhatikan Reno. "Bahunya sedikit lebar," katanya pelan sambil menatap Reno.

Reno yang sadar langsung merasa malu. Leo, Kain, Mira, dan Lia langsung tertawa keras. Putri Selestra tersenyum lembut, menutup mulutnya, malu karena biasanya ia sangat menjaga sikap.

Ratu Elvianne menatap putrinya, seolah melihat sisi lain dari gadis itu yang jarang terlihat. Lalu ia kembali menatap Arkas.

"Sebenarnya, kami datang tidak hanya untuk berterima kasih, tapi juga memberikan hadiah," ucap Ratu.

Ia melanjutkan, "Kami ingin mengundang empat anak dari kalian untuk masuk ke akademi kerajaan. Tapi karena hanya empat yang bisa kami terima..."

Leo mengangkat tangan, "Kalau begitu, aku saja yang tidak ikut. Aku kurang berbakat."

Kain segera membantah, "Tidak! Biar aku saja yang tidak ikut."

Mereka pun berdebat. Reno kemudian berkata dengan nada santai, "Heleh, justru karena itu aku tak ikut. Karena aku lebih pintar dari kalian. Hehe."

Leo dan Kain serentak, "Baik, aku terima. Awas saja kau. Kita lihat nanti saat kita kembali!"

Lia menyela, "Hah... Kalian ini tidak pernah berubah."

Reno mengejek, "Kalian juga. Apa kalian bisa lebih pintar dariku? Hehehe."

Mira dan Lia langsung tersulut emosi. "Apa!!" teriak mereka bersamaan.

Ratu Elvianne tertawa kecil melihat keakraban dan kekonyolan mereka.

Lalu, sang penjaga tua yang tadi ikut mengawal memperkenalkan dirinya.

"Saya bernama Dreyven, usia saya 54 tahun. Dahulu saya adalah salah satu pengajar di akademi sebelum menjadi penjaga sang putri."

Dreyven berkata dengan suara tenang namun dalam, "Ilmu tidak hanya diukur dari angka. Namun dari bagaimana kita menjawab kehidupan."

Ia kemudian mengeluarkan beberapa kertas soal. "Jika kalian mampu menjawab ini dengan baik, maka kalian bisa langsung diterima tanpa tes tambahan."

Reno, yang tidak berniat ikut, juga diberikan soal.

"Tidak apa-apa," kata Dreyven. "Kamu akan mendapatkan sesuatu sebagai gantinya."

Mereka pun mulai mengerjakan.

Hasilnya keluar:

- Mira dan Lia mendapatkan 80 karena salah dua. - Leo mendapat 20. - Kain mendapat 25.

Namun kertas mereka tertukar. Leo terlihat senang, Kain sebaliknya.

Putri Selestra dalam hati berkata, "Ada apa dengan mereka ini..."

Reno masih termenung dengan soal terakhir. Ia bertanya, "Apa maksud dari pertanyaan terakhir? Ini tidak ada di buku manapun."

Dreyven menjawab dengan senyum, "Itu adalah jawabanmu."

Reno terdiam. Ia mengulang membaca soal itu. Lalu teringat kata-kata Dreyven. Soal itu seperti pertanyaan hidup, bukan akademis.

Ia pun menulis jawabannya dengan keyakinan.

Nilainya: 100.

Putri Selestra penasaran dan meminta untuk melihat soal yang Reno jawab. Dreyven menyerahkannya.

Putri membaca, lalu wajahnya berubah. Senyumnya menghilang, digantikan tatapan sayu. Soal itu... adalah soal yang selama ini tak bisa ia jawab sendiri. Dan jawaban Reno... terasa sangat pribadi, menyentuh hatinya.

Ratu melihat perubahan ekspresi putrinya, lalu menatap Dreyven.

Dreyven hanya berkata, "Terkadang, jawaban yang paling jujur datang dari mereka yang telah kehilangan banyak hal."

Sebagai hadiah, Dreyven memberi Reno sebuah pedang.

Namun Reno menolaknya. Ia berkata berkata dalam hati "Jika aku mengambil ini, maka aku akan menjadi penjaga Putri. Aku tak bisa menerimanya karena aku adalah pangeran meskipun sudah hancur "kemudia ia membalas Dreyven "Maaf,aku tak bisa menerimanya,aku tahu jika di posisi itu akan di beri dukungan yang kuat dari kerajaan namun aku merasa itu bukan yang aku inginkan"

Dreyven tersenyum. "Maka terimalah ini." Ia memberikan sebuah tanda kerajaan yang bisa digunakan Reno untuk bepergian ke wilayah mana pun dengan hak istimewa.

Reno menerimanya dengan hormat.

Ratu Elvianne pun berdiri. "Akademi akan dimulai enam bulan dari sekarang. Kami berharap kalian bisa mempersiapkan diri."

Arkas segera menyiapkan kuda untuk mengantar mereka.

"Tidak perlu..." kata Ratu.

Namun Arkas berkata, "Izinkan aku tetap mengawal hingga setengah jalan, demi kehormatan kami."

Mereka pun berangkat. Bersama Arkas, dan ditemani oleh Leo, Kain, dan Reno yang masih menggerutu satu sama lain, rombongan itu bergerak perlahan meninggalkan rumah kecil itu.

Dan dari jendela, Mira dan Lia melambai pelan, menyimpan semangat baru untuk hari-hari mendatang.

More Chapters