Hujan baru saja reda ketika suara peluit panjang memecah kesunyian sore itu. Di tengah lapangan SMA Garuda Jaya, tanah masih basah dan meninggalkan genangan kecil. Rumputnya dipenuhi bekas sepatu, dan bau lumpur bercampur keringat menjadi aroma yang akrab.
Di tengah garis putih lapangan, berdiri seorang remaja dengan tubuh kurus, tinggi, dan rambut acak-acakan: Raka Aryasatya. Anak kelas 11 yang dikenal dengan satu hal—gila bola.
Orang-orang bilang dia jenius. Tapi juga keras kepala. Jago menggiring bola tapi susah diatur. Pelatih pernah bilang, "Kalau kamu bisa tundukkan egomu, kamu bisa main di timnas suatu hari nanti." Raka cuma tertawa waktu itu. Dia tidak main bola untuk timnas. Dia main untuk seseorang—dan itu rahasia yang belum pernah ia buka ke siapa pun.
Hari ini adalah pertandingan seleksi antar sekolah. Yang menang, lolos ke turnamen nasional pelajar. Lawan mereka? SMA Bhakti Mulia—sekolah rival abadi, dan tempat Reza, mantan sahabat Raka, sekarang bermain.
Sama-sama jago. Sama-sama pernah bermimpi jadi pemain profesional. Tapi sekarang mereka berdiri di sisi lapangan yang berbeda, dan di antara mereka, ada sejarah yang belum selesai.
Peluit berbunyi.
Dan bola mulai bergulir.
Raka menerima operan pertama dengan sentuhan ringan dari sepatu bolanya yang sudah sobek sedikit di ujung. Tapi anehnya, sepatu itu justru membuatnya merasa lebih hidup. Ia menggiring bola melewati dua pemain lawan dengan gerakan cepat, hampir seperti menari. Sorakan penonton mulai menggema.
"RAKA! KE KANAN!" teriak kapten tim.
Tapi Raka tidak mengoper.
Dia melihat celah, satu detik saja, dan melepaskan tembakan keras ke gawang.
Bola meluncur kencang… dan—BLAM!—mengenai tiang gawang.
Kesempatan emas yang gagal.
Pelatih menatap dari pinggir lapangan. Wajahnya sulit dibaca. Sementara dari bangku penonton, seseorang berdiri perlahan. Seseorang yang tidak pernah Raka duga akan datang hari itu.
Ibunya.
Dan di sisi lapangan lain, Reza tersenyum kecil. Senyum yang menyimpan banyak hal: rasa sakit lama, pengkhianatan, dan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar pertandingan.
To be continued...
Kalau kamu suka gaya ini, kita bisa teruskan ke episode 2, di mana konflik masa lalu antara Raka dan Reza mulai terkuak. Mau dilanjut? Atau kamu mau ubah tone-nya jadi lebih dramatis atau lucu?