Cherreads

TAKDIR DI UJUNG DOA

Nizam_Mahbub
14
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 14 chs / week.
--
NOT RATINGS
93
Views
Synopsis
Sinopsis Pendek: > Dalam setiap sujudnya, Naya membisikkan nama yang tak pernah ia sebutkan pada dunia. Dulu, cinta itu terlahir diam-diam di balik tembok pesantren—suci, malu-malu, dan penuh harap. Takdir memisahkan mereka, menempatkan Naya dalam pelukan pria lain yang shalih, hingga akhirnya kembali sendiri, berteman sepi. Saat Arkha hadir lagi, dengan luka yang tak terlihat dan cinta yang tak padam, keduanya dihadapkan pada pilihan berat antara menjaga janji suci atau mengikuti getar hati yang sudah lama membatu. Di ujung doa, mereka memahami: cinta sejati adalah tentang merelakan, menunggu, dan menyerahkan segalanya pada kehendak Tuhan. --- Kalau mau, aku juga bisa buatkan versi lain dari sinopsis ini, misal: Lebih puitis Lebih galau Lebih menggebu tentang konflik cinta dan takdir
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 2

Bab 2

"Takdir yang Tidak Bisa Dipilih"

Langit sore itu seperti lukisan yang dilupakan Tuhan di sudut kanvas dunia — pucat, namun tetap indah dalam keheningan.

Aku duduk sendirian di sudut aula, sementara Naya melangkah perlahan ke arahku, membiarkan suaranya mengisi ruang kosong di antara kami.

"Setiap jiwa," katanya pelan, "sudah digariskan jalannya, bahkan sebelum ia sempat memilih siapa yang akan ia cinta."

Aku hanya menatap, membiarkan setiap katanya meresap ke dalam dada yang entah kenapa terasa semakin sempit.

Naya menatapku dengan mata teduh, matanya bukan mata seorang perempuan lemah, melainkan mata yang pernah berperang — dan menang — melawan takdir yang menyakitkan.

"Arka..."

Ia menyebut namaku seolah-olah itu adalah sebuah doa yang hanya boleh diucapkan sekali, lalu disimpan selamanya.

"Ada rasa yang harus cukup dipeluk dalam diam. Karena tidak semua yang kita rindukan, harus kita genggam."

Aku menunduk. Aku kalah dalam diamnya.

Naya, dengan jilbab sederhana dan pakaian longgar berwarna lembut itu, tampak begitu anggun — seperti lukisan hidup tentang kesabaran.

Setiap geraknya mengajarkan arti ikhlas, setiap ucapannya mengingatkan bahwa ada sesuatu yang lebih besar daripada keinginan: kehendak Tuhan.

"Aku pernah berdoa," lanjutnya, suaranya hampir serupa bisikan, "agar diberi cinta yang menenangkan. Tapi aku lupa meminta, agar cinta itu tidak menguji imanku."

Aku menahan napas. Kata-katanya menghunus lebih tajam daripada seribu pedang.

Dan di hadapannya, aku tahu...

Cinta yang kami miliki adalah cinta yang dilarang Tuhan untuk tumbuh, namun tetap Ia izinkan untuk menjadi ujian.

Dalam hening, aku menatap tangan kami — begitu dekat namun tak pernah bersentuhan.

Takdir membentangkan jarak yang tak bisa kami lewati, dan kami memilih untuk tidak melawannya.

Karena dalam agama kami, kesetiaan pada janji lebih suci daripada segala cinta yang lahir tanpa izin.