Cherreads

Chapter 3 - Bab 3

Setelah beberapa saat terdiam, Candra menatap Alya dan Bayu dengan tatapan tajam. Hujan di luar semakin deras, mencerminkan suasana hati yang masih tegang di antara mereka.

"Baiklah," Candra berkata, suaranya masih dingin, tetapi ada sedikit kelembutan yang mulai muncul. "Aku akan memberi kalian satu kesempatan terakhir."

Alya dan Bayu saling berpandangan, sebuah harapan kecil mulai muncul di hati mereka.

"Aku ingin melihat bukti nyata," Candra melanjutkan. "Bukti bahwa kalian benar-benar serius untuk memperbaiki semuanya. Bukti bahwa kalian tidak akan mengulangi kesalahan yang sama."

"Apa yang kau inginkan?" Bayu bertanya, suaranya penuh harap.

"Aku ingin kalian menarik diri sepenuhnya dari negosiasi dengan EduCorp," Candra menyatakan, "secara resmi dan terbuka. Aku ingin kalian mengumumkan kepada publik bahwa Ruang Harmoni akan tetap independen, bahwa kita akan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai kita."

Alya mengangguk setuju. "Kita akan melakukannya, Candra. Kita akan mengumumkan itu kepada publik minggu depan."

"Tidak cukup," Candra berkata, suaranya tegas. "Aku ingin kalian melibatkan saya sepenuhnya dalam pengambilan keputusan di Ruang Harmoni. Aku ingin akses penuh ke laporan keuangan, dan aku ingin suara saya didengar dalam setiap keputusan strategis."

Bayu juga mengangguk. "Setuju. Kau akan menjadi bagian dari tim inti, dan kau akan memiliki akses penuh ke semua informasi."

"Dan satu lagi," Candra menambahkan, suaranya lebih lembut sekarang. "Aku ingin kita bertiga, bersama-sama, menulis proposal baru untuk masa depan Ruang Harmoni. Proposal yang benar-benar mencerminkan visi kita bersama, visi yang bebas dari kepentingan pribadi dan tekanan eksternal."

Alya dan Bayu saling berpandangan, kemudian mengangguk bersamaan. "Setuju," kata mereka serentak.

Candra menghela napas panjang, seolah-olah beban berat telah terangkat dari pundaknya. "Baiklah," katanya, suaranya lebih tenang sekarang. "Ini adalah kesempatan terakhir kalian. Jangan sampai kalian mengecewakanku lagi."

Hujan di luar mulai mereda, seolah-olah alam pun ikut merayakan awal dari rekonsiliasi. Mereka masih memiliki jalan panjang untuk memperbaiki hubungan mereka, untuk membangun kembali kepercayaan yang telah rusak. Namun, dengan ultimatum Candra ini, sepercik harapan mulai menyinari jalan mereka menuju masa depan yang lebih cerah. Mereka harus bekerja keras, berjuang bersama, untuk menyelamatkan Ruang Harmoni dan persahabatan mereka.

Di sebuah restoran mewah, Alya, Bayu, dan Candra bertemu untuk membahas ancaman dari Pak Budiman. Suasana tegang terasa di antara mereka, tetapi kali ini, ada rasa persatuan yang lebih kuat.

"Dia semakin berani," Alya memulai, suaranya serius. "Berita palsu tentang korupsi itu sudah tersebar luas di media sosial."

Bayu mengangguk, wajahnya cemas. "Dan beberapa sponsor kita sudah mulai menarik diri."

Candra menatap tajam kedua sahabatnya. "Kita harus bertindak cepat. Kita tidak bisa membiarkan Pak Budiman menghancurkan Ruang Harmoni."

"Tapi bagaimana?" Alya bertanya, suaranya penuh kekhawatiran. "Dia memiliki banyak koneksi dan kekuasaan."

"Kita punya bukti," Candra berkata, suaranya mantap. "Kita punya bukti yang bisa membantah semua tuduhannya."

"Tapi bagaimana kita bisa menyebarkan bukti itu?" Bayu bertanya. "Media sudah dibanjiri berita palsu dari Pak Budiman."

"Kita perlu strategi yang lebih efektif," Alya berkata. "Kita perlu melibatkan media yang kredibel dan independen."

"Dan kita juga perlu melawan intriknya," Candra menambahkan. "Kita harus menemukan bukti-bukti yang bisa digunakan untuk melawannya."

Tiba-tiba, ponsel Alya berdering. Ia melihat nama penelepon: "Sumber Rahasia". Alya mengangkat telepon.

"Halo?" Alya berkata, suaranya pelan.

Setelah beberapa saat berbicara, Alya menutup telepon dengan wajah yang terkejut.

"Ada apa?" Bayu dan Candra bertanya serentak.

"Sumber rahasia kita memberi tahu kita bahwa Pak Budiman menggunakan mantan staf kita untuk menyebarkan informasi palsu," Alya berkata. "Dia membayar mereka untuk menghancurkan reputasi kita."

"Kita harus menemukan mantan staf itu," Candra berkata, suaranya tegas. "Kita harus mendapatkan pengakuan mereka."

"Dan kita juga harus membongkar semua intrik Pak Budiman," Bayu menambahkan. "Kita harus menunjukkan kepada publik siapa dia sebenarnya."

"Kita akan melawannya," Alya berkata, suaranya penuh tekad. "Kita akan melawannya sampai akhir."

Ketiga sahabat itu saling berpandangan, sebuah tekad yang kuat terpancar dari mata mereka. Mereka tahu bahwa perjuangan mereka akan sulit, tetapi mereka tidak akan menyerah. Mereka akan melawan Pak Budiman dan intriknya, untuk menyelamatkan Ruang Harmoni dan nama baik mereka. Senja Jakarta menyaksikan tekad mereka, tekad untuk melawan ketidakadilan dan mempertahankan mimpi mereka. Pertempuran telah dimulai.

Sumber rahasia yang muncul secara tiba-tiba itu tidak lain adalah Mbak Ani, mantan staf administrasi Ruang Harmoni yang dipecat oleh Pak Budiman beberapa bulan yang lalu. Tidak ada seorangpun yang mengetahui siapa sumber itu. Mbak Ani, seorang wanita yang jujur dan berdedikasi, merasa sangat kecewa dengan cara Pak Budiman menjalankan Sekolah Harapan Bangsa. Ia melihat bagaimana Pak Budiman menggunakan cara-cara yang tidak terpuji untuk menjatuhkan Ruang Harmoni, dan ia merasa bersalah karena telah ikut terlibat dalam beberapa tindakan Pak Budiman.

Setelah dipecat, Mbak Ani merasa sangat menyesal. Ia menyadari bahwa ia telah salah, bahwa ia telah membiarkan ambisi Pak Budiman menguasainya. Ia ingin memperbaiki kesalahannya, dan ia memutuskan untuk membantu Alya, Bayu, dan Candra.

Mbak Ani memiliki akses ke beberapa dokumen rahasia Sekolah Harapan Bangsa, termasuk bukti-bukti yang menunjukkan bagaimana Pak Budiman melakukan manipulasi data dan menyebarkan informasi palsu tentang Ruang Harmoni. Ia juga mengetahui siapa saja mantan staf Ruang Harmoni yang direkrut oleh Pak Budiman untuk menjadi mata-mata.

Mbak Ani menghubungi Alya secara rahasia, memberikan informasi penting yang dibutuhkan Alya, Bayu, dan Candra untuk melawan Pak Budiman. Ia bersedia menjadi saksi kunci dalam kasus ini, bersedia mengungkapkan semua yang ia tahu tentang intrik Pak Budiman. Keberanian Mbak Ani menjadi kunci bagi Alya, Bayu, dan Candra untuk membongkar semua kejahatan Pak Budiman dan menyelamatkan Ruang Harmoni. Mbak Ani, dengan rasa penyesalan dan kesadarannya, telah berubah dari seorang yang terlibat dalam ketidakadilan menjadi seorang pahlawan yang membela kebenaran. Ia adalah bukti bahwa setiap orang memiliki kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dan berjuang untuk keadilan.

Mbak Ani mendapatkan bukti-bukti tersebut karena posisinya sebagai staf administrasi di Sekolah Harapan Bangsa. Meskipun ia hanya staf administrasi, tugasnya mencakup pengelolaan beberapa dokumen penting, termasuk dokumen keuangan dan surat-menyurat. Karena kepercayaan Pak Budiman yang berlebihan, Mbak Ani memiliki akses ke berbagai folder dan file di komputer dan server sekolah. Ia juga sering diminta untuk mengarsipkan dokumen-dokumen penting, sehingga ia memiliki kesempatan untuk menyalin atau memfotokopi beberapa dokumen penting secara diam-diam.

Selain itu, kemampuan Mbak Ani dalam mengoperasikan komputer dan perangkat lunak perkantoran juga membantunya. Ia dengan mudah menyalin data keuangan dari sistem komputer sekolah ke dalam flashdisk miliknya. Ia juga pandai menyembunyikan jejak digitalnya, sehingga Pak Budiman tidak menyadari kegiatannya.

Lebih lanjut, Mbak Ani memanfaatkan posisinya untuk mendengarkan percakapan Pak Budiman dengan mantan staf Ruang Harmoni. Karena sering berada di dekat ruangan Pak Budiman, ia bisa mendengar percakapan-percakapan penting tersebut. Ia juga pintar merekam percakapan tersebut secara diam-diam menggunakan ponselnya. Ia kemudian menyimpan rekaman tersebut dengan aman.

Ketelitian dan kecerdasan Mbak Ani dalam memanfaatkan akses dan kemampuannya menjadi kunci keberhasilannya dalam mengumpulkan bukti-bukti kejahatan Pak Budiman. Meskipun ia hanya staf administrasi, ia mampu bertindak sebagai mata-mata yang efektif, menyediakan informasi krusial yang dibutuhkan Alya, Bayu, dan Candra untuk melawan Pak Budiman. Keberanian dan kecerdikannya patut diacungi jempol.

More Chapters