Cherreads

FROM TEARS TO TRIUMPH

denton_manu
14
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 14 chs / week.
--
NOT RATINGS
951
Views
Synopsis
Abandoned and broken, a village woman rises from betrayal and pain. Through tears and hardship, she finds strength, dignity, and a new chance at love when a wealthy stranger sees the purity in her heart no one else could.
VIEW MORE

Chapter 1 - Chapter 2: Where the Wind Whispers Change

Rina terus berjalan hingga kakinya terasa sakit dan sandalnya hampir robek. Matahari mulai terbenam, mewarnai langit dengan semburat jingga dan ungu, seolah-olah surga pun turut berduka atas rasa sakitnya.

Ia menemukan tempat berlindung di lumbung padi yang terbengkalai di tepi desa sebelah. Tikus-tikus berlarian di sudut-sudut, tetapi lumbung itu kering, dan untuk pertama kalinya, tak seorang pun berteriak kepadanya.

Malam itu, di bawah langit-langit yang terbuka, dia mencengkeram lututnya dan berbisik pada dirinya sendiri, "Kamu tidak tidak berguna. Kamu tidak sendirian. Kamu masih hidup."

Keesokan paginya, dia bangun sebelum ayam jantan berkokok.

Rina berkeliling desa terdekat, menawarkan diri untuk mencuci pakaian, menyapu halaman, dan membawa air. Sebagian besar menolaknya. Sebagian tertawa. Namun, seorang janda tua, Ibu Rahayu, tersenyum padanya senyum yang tulus dan berkata, "Saya tidak punya banyak, tetapi saya butuh bantuan untuk berkebun."

Taman itu menjadi tempat perlindungan pertama bagi Rina. Tangannya menggali tanah, dan setiap kali ia menanam benih, sebagian dirinya mulai tumbuh lagi.

Kabar tentang kejujuran dan kerja kerasnya pun menyebar. Secara perlahan, satu rumah, lalu dua, meminta bantuannya. Koin-koin datang dalam bentuk tetes-tetes kecil, cukup untuk dimakan dan ditabung.

Namun lebih dari itu, sesuatu yang jauh lebih berharga kembali padanya: martabat.

"Ketika dunia menutup pintunya, bangunlah pintumu sendiri dengan tangan yang keras dan hati yang berani."

Hari-hari berlalu perlahan, tapi tidak lagi terasa hampa.

Rina bangun setiap pagi dengan semangat baru. Tangannya yang dulu hanya dikenal karena mengaduk panci kini mencangkul tanah, menanam sayur-sayuran, dan membersihkan kebun milik Ibu Rahayu. Wanita tua itu menjadi seperti ibu yang tak pernah ia miliki—lembut, penuh nasihat, dan tidak pernah menghakimi.

"Kamu itu kuat, Nak," kata Ibu Rahayu suatu pagi sambil menyerahkan sepiring nasi hangat. "Orang-orang bisa menghancurkan badanmu, tapi mereka tak bisa menyentuh jiwamu kalau kamu tak izinkan."

Kata-kata itu meresap dalam hati Rina. Ia tersenyum, sesuatu yang sudah lama tidak ia lakukan dengan tulus.

Penduduk desa perlahan mulai menghargainya. Mereka melihat betapa rajinnya Rina, betapa sabarnya dia meski tak pernah dibayar banyak. Anak-anak mulai menyapanya. Para istri mulai bertanya resep jamu dan tips menanam dari kebun Ibu Rahayu.

Namun, meski hidupnya mulai berubah, luka lama masih sesekali menyapa dalam mimpi. Ia masih terbangun dengan air mata, masih mengingat malam-malam saat ia dihina dan dipukul tanpa alasan.

Tapi setiap kali rasa sakit itu datang, ia memeluk dirinya sendiri dan berbisik:

"Aku tidak kembali ke masa lalu. Aku berjalan menuju masa depan."