Cherreads

Ranjang Dua Dunia

Rizky_Moch
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
691
Views
VIEW MORE

Chapter 1 - BAB 1 – Kamu Datang Waktu Aku Nggak Nunggu Siapa-siapa

Waktu itu hujan. Gerimis yang nggak deras, tapi cukup bikin orang-orang pakai jaket atau bawa payung.

Aku lagi duduk di lobi hotel tempat seminar keluarga bisnis 9 Naga digelar. Boring? Banget.

Aku lagi nyari kopi pas dia datang. Davina Maharani Kusumo.

Anak baru dari dunia sinetron, tapi waktu dia melangkah masuk, aku ngerasa kayak lihat cewek yang bukan dari dunia yang sama.

Rambutnya panjang, lurus. Senyumnya tipis tapi cukup buat bikin mataku gak mau ngelirik ke mana-mana.

Dia nggak sadar aku perhatiin dia. Tapi waktu dia jatuh—karena tumit sepatunya nyangkut di karpet hotel—aku yang paling duluan berdiri.

"Lo baik-baik aja?" kataku sambil bantuin dia berdiri.

Dia ngangkat wajah. Mata kami ketemu.

Dan, ya… di sinilah semuanya mulai.

---

"Kamu Rizky Wijaya, ya?"

"Iya. Tapi manggil Rizky aja cukup. Kalo manggil sayang, nanti dulu."

Dia senyum, malu-malu, tapi nggak nolak.

Itu obrolan pertama kami. Nggak panjang, tapi cukup buat bikin aku pengen ketemu dia lagi.

Dan besoknya? Aku sengaja ikut seminar lagi—padahal sebenarnya udah males banget—cuma karena pengen lihat dia duduk di bangku belakang, sambil nyender dan mainin ujung rambutnya.

Seminggu setelah itu, aku ngajak dia makan malam.

Sebulan kemudian, dia nyamperin aku tengah malam cuma buat bilang, "Kangen."

Tiga bulan setelahnya, kami resmi pacaran. Dan semua orang bilang kami pasangan paling serasi.

Anak 9 Naga dan bintang sinetron. Kayak dongeng, katanya.

Tapi nggak ada yang tahu… dongeng juga bisa berubah jadi tragedi.

---

📖 BAB 1 (Lanjutan) – Kamu Datang Waktu Aku Nggak Nunggu Siapa-siapa

Pacaran sama Davina tuh… kayak punya matahari pribadi.

Dia terang. Dia hangat. Dan dia selalu bisa bikin hari yang biasa jadi istimewa, cuma dengan senyum dan pelukan kecil di belakang panggung.

Kami bukan pasangan sempurna, tapi kami… nyata.

Aku inget banget malam pertama dia ngajak aku ke lokasi syuting.

Dia lagi syuting adegan nangis. Dan sumpah, itu nangis paling cantik yang pernah aku lihat.

Selesai take, dia duduk di kursi kecil di pojokan. Matanya masih merah, tapi dia senyum waktu lihat aku datang bawa teh hangat.

"Laper?"

Dia geleng. "Cuma pengen dipeluk."

Dan aku peluk dia. Lama.

Saat itu aku ngerasa, kalau dunia mau hancur, ya hancur aja. Asal jangan lepasin pelukan ini dulu.

---

Beberapa bulan setelah jadian, aku udah kayak asisten pribadinya. Kadang supir, kadang bodyguard, kadang tukang beli nasi padang tengah malam.

Tapi aku gak pernah ngeluh.

Soalnya, setiap kali dia nyender di pundakku sambil bilang, "Makasih ya, udah nemenin," itu cukup buat ngebayar semuanya.

Aku inget ulang tahunku yang ke-25.

Dia lagi syuting di luar kota, dan aku pikir dia bakal lupa.

Tapi ternyata, tengah malam, dia balik ke Jakarta cuma buat masuk ke kamarku sambil bawa kue kecil yang ditulis:

> "Selamat ulang tahun, yang selalu jadi rumah buat aku. – D"

Aku peluk dia. Dia cium aku. Dan malam itu, rasanya kayak dunia nggak punya masalah.

---

Tapi...

Cinta nggak cuma butuh pelukan dan kue ulang tahun.

Cinta juga butuh waktu. Butuh ruang. Butuh dengar, bahkan waktu kita lagi gak pengen ngomong.

Dan sayangnya, di situlah kami mulai retak.

Bukan karena dia nggak cinta lagi… tapi karena dunia dia terlalu ramai, dan aku mulai merasa sendirian.

Tapi itu nanti.

Malam ini, aku masih Rizky yang dicintai Davina.

Dan dia masih Davina, yang kalau ketawa bisa bikin aku lupa kalau aku salah satu anak dari keluarga 9 Naga.

Setiap kali aku nunggu Davina di lokasi syuting, ada satu hal yang selalu aku bawa: sabar.

Dunia dia beda.

Penuh sorotan kamera, naskah yang harus dihafal, dan senyum palsu yang harus ditampilkan.

Kadang aku nunggu dua jam cuma buat lima menit ketemu. Tapi ya… lima menit sama dia tuh rasanya kayak surga kecil yang cuma kami berdua yang tahu.

Aku bukan cowok romantis.

Nggak jago bikin puisi atau kejutan mewah.

Tapi aku selalu ingat apa yang dia suka—nasi goreng tanpa bawang, teh manis anget, dan tangan yang selalu aku kasih buat dia genggam waktu capek.

Waktu dia lagi stres gara-gara gosip sama lawan mainnya, aku cuma bilang,

> "Tenang, Vin. Orang bisa salah lihat. Tapi aku? Aku nggak akan salah rasa."

Dia diem.

Terus narik tanganku pelan.

"Jangan ninggalin aku ya, Ky."

Dan waktu itu, aku bener-bener yakin… aku gak akan ninggalin dia. Apa pun yang terjadi.

Sampai nanti.

---

Kadang kami jalan tengah malam.

Naik mobil muter-muter Jakarta tanpa tujuan, cuma dengerin lagu-lagu mellow dan cerita soal masa kecil.

Dia cerita tentang mimpi jadi artis waktu umur 7 tahun.

Aku cerita tentang betapa sepinya rumah yang terlalu besar buat anak sulung yang cuma dikasih uang, bukan waktu.

Dia bilang, "Kamu kesepian ya, Ky?"

Aku jawab, "Nggak lagi. Soalnya sekarang kamu ada."

Dan malam itu, untuk pertama kalinya… dia nyium aku duluan.

Lembut. Pelan. Tapi cukup buat bikin jantungku berhenti sebentar.

---

Orang bilang cinta pertama itu berisik.

Tapi cinta kami… tenang. Hangat. Kayak selimut tipis waktu subuh.

Tapi aku lupa satu hal penting:

> Kalau kamu terlalu nyaman, kamu bisa lengah.

Dan kalau kamu lengah… bisa aja orang lain datang, bukan buat mencuri, tapi buat ngisi ruang yang perlahan kosong.

Tapi itu nanti.

Sekarang, aku masih Rizky. Dia masih Davina.

Dan kami masih saling percaya, meski dunia kami beda.

---

> Karena cinta kadang datang tanpa aba-aba.

Tapi pergi… pelan-pelan. Diam-diam. Tanpa suara.

Dan waktu kamu sadar, pelukannya udah bukan cuma milikmu lagi.

---