Rasa bersalah kembali menghantuinya kini didepan mata kepalanya sendiri Elicia sudah tidak bernyawa lagi. Akibat dari merambatnya racun mematikan kesekujur tubuhnya, Elicia tidak bisa diselamatkan lagi.
Storm teringat akan satu hal tentang perkataan Velora waktu itu.
"Apa Elicia juga akan memasuki Otherverse Tries?"
Pertanyaan itu muncul dibenaknya.
Mungkinkah dunia paralel itu nyata?
Dimana dunia berbeda dari dunia nyata dan berada tidak diketahui keberadaannya.
Dunia paralel mencakup dunia game, dunia novel, dunia khayalan, dunia mimpi, dan dunia paralel itu sendiri.
Yakni menciptakan alam semestanya sendiri dengan kekuatannya dan itu bisa disebut sebagai alam semesta dari dunia paralel.
"Tepat sekali, jiwa gadis itu dibawa masuk oleh malaikat utusan Zelgrid!"
Velora bersuara dari balik alam bawah sadarnya.
Velora bisa merasakan bahwa Elicia yang dimaksud Storm. Dapat dia rasakan hawa kuat dari makhluk lain menyeret jiwa gadis yang sudah tak bernyawa itu.
Mereka adalah utusan dari Zelgrid, mereka bertugas mengambil jiwa dari semua makhluk dialam semesta ini.
Keberadaan mereka tidak bisa dijangkau oleh makhluk biasa, hanya seorang makhluk dengan tier level atas yang dapat melihat wujud avatarnya.
"Sudah kuduga dia bertindak seperti dewa?"...
Storm mendecih marah karena Zelgrid membina makhluk yang sudah tiada.
Seolah dia adalah penuntun bagi semua makhluk dialam semesta ini memasuki surga buatannya. Dimana dunia dialam semesta Otherverse Tries sangatlah tenang juga bahagia.
Walaupun Storm tidak bisa melihat dengan jelas Elicia dibawa oleh malaikat utusan Zelgrid. Dia terlalu lemah untuk melihat avatarnya, apalagi entitas aslinya mungkin Storm akan hancur ditempat.
"Tak perlu dipikirkan makhluk seperti dia, cepat atau lambat aku akan mampu menerobos memasuki Otherverse Tries!...
Storm memilih menenangkan dirinya.
Baginya memikirkan tentang sosok Zelgrid hanya membuatnya pusing saja. Percuma saja dia mengutuknya, keberadaannya saja tidak dapat dilihat dengan kekuatan lemah biasa.
Storm yang merasa ini karena kesalahannya meminta Elicia untuk dia bawa dari rumah sakit ini.
Singkat waktu, hari sudah menunjukkan malam hari.
Terlihat Storm berdiri didepan mayat Elicia yang terbaring kaku diatas kasur ditengah tengah tanah lapang luas.
"Pergilah dengan tenang nak Elicia, statusmu sebagai koki utama restoran Foodgris akan kami kenang selamanya...
"Terima kasih atas pengabdiannya selama ini!"
Pak tua Jenskin berdiri tak jauh dari sana.
Pria tua itu melihat Rem yang terdiam didepan mayat Elicia. Pak tua Jenskin berharap Elicia, koki terbaiknya bisa menemukan kepergiannya dengan tenang.
Dia sudah dianggap sebagai bagian keluarganya. Pak tua Jenskin turut bersedih melihat kepergiannya yang tidak dia duga sebelumnya.
"Crash!"
Storm dengan tangan gemetaran menghidupkan api dari korek api yang dipegangnya.
Lalu dia melempar korek api yang sudah menyala itu keatas mayat Elicia yang terbaring dengan wajah pucat dan dingin.
Tak lama.
"Whusssh!
Api berkobar dengan terangnya dimalam hari ini.
Membakar mayat Elicia yang sudah tidak mempunyai jiwa lagi. Dia akan pergi menuju kehidupan selanjutnya ditempat yang berbeda.
Meski Elicia hanya teman kenalnya saja akan tetapi Storm sudah menganggapnya sebagai teman yang berharga.
"Ini yang kau inginkan bukan? Melihatku jatuh dalam penderitaan sendiri tanpa ujung?"...
"Betapa lemahnya diriku ini!"
Storm menyalahkan dirinya sendiri atas kepergian Elicia.
Tapi ini semua sudah terlanjur yang bisa dia lakukan saat ini ialah menjauh dari siapapun yang menganggap dia orang yang berharga.
Sebab ini bukanlah akhir, takdir akan mempermainkannya hingga dia menyerah untuk hidup.
Storm merasa dia hanya perlu hidup dalam kesendirian dalam keabadian tanpa akhir. Itu adalah pilihan yang tepat daripada harus melihat siapa saja yang dia anggap akan terulang kembali.