Tersisa Storm sendirian terduduk lemas ditepi jalan yang sepi ini. Setelah membakar mayat Elicia membiarkannya pergi selamanya, Storm tidak beralih pada tempatnya termenung.
Tatapannya kosong kearah depan sana menatap langit malam dengan sendu. Antara menyerah atau tetap berpegang pada pendiriannya, apakah dia akan sanggup menjalani hidup penuh dengan kutukan ini.
"Drrrt, Drrrt!
Dengan malas Storm mengambil ponselnya yang bergetar disakunya.
"Selamat malam tuan Rem!"
Terdengar suara ramah dari seberang telpon menyapanya.
Jester bernafas lega karena tuan Rem mengangkat teleponnya. Setelah berfikir cukup lama beberapa waktu tadi, barulah sekarang dia memberanikan dirinya menghubunginya.
Meski takut juga jika Jester mengacau kesibukannya. Akan tetapi dia juga bingung meminta bantuan dengan siapa jika bukan pada tuan Rem.
"....?"
Storm tidak menggubrisnya, dia hanya diam menatap euforia langit malam dengan hampa.
"Begini tuan Rem, jadi saya...
Lima menit kemudian, Jester menjelaskan semuanya kepada tuan Rem.
Jester berharap cemas jika dia mau ikut menjadi rekannya dihari ujian Fate Voter. Dimana ujian itu akan berlangsung dihari senin, satu hari lagi.
Badut itu gemetaran memegangi ponselnya takut jika berani menyinggung tuan Rem yang mengerikan itu.
"Baiklah, "...
Storm mengiyakan permintaan tolong dari badut Jester.
Tersisa sekitar tiga hari lagi dia akan memulai petualangannya di Triesverse Games Virtual. Masih ada waktu dia menyempatkan dirinya berkeliling dikota Cyberrun Astra L 500 ini.
Tak ada salahnya dia setuju dan mungkin Storm bisa melupakan tentang Elicia yang membuatnya larut dalam keterpurukannya sendiri.
"Terima kasih tuan Rem! Terima kasih tuan Rem...
"Anda memang orang sangat baik, saya menghormati anda tuan Rem!"
Jester tersenyum lebar memperlihatkan senyum badutnya yang penuh dengan coretan warna.
Sebelumnya dia pesimis jika tuan Rem marah dan menolaknya mentah 2. Dugaannya salah, tuan Rem mau membantunya dan hal ini bisa menjadi perisai kokoh saat dia dalam bahaya.
Jester lega setidaknya dia tidak terlalu memikirkannya lagi.
"Anda bisa menuju Zirzota Elite School, disana kita akan bertemu dan membantu saya dalam pengawalannya tuan Rem.
Tak lupa Jester memberitahukan lokasi dimana ujian Fate Voter yang ditujunya.
"Baiklah!"
Storm mematikan teleponnya dan kembali menyimpan ponsel miliknya.
Dia menatap hamparan bintang diangkasa sana yang bersinar terang. Seolah menari nari dengan cahaya mengkilaunya dari kejauhan menunjukkan kegagahannya sebagai bintang angkasa.
Storm menghela nafas berat lalu membuangnya dengan kasar.
"Diam saja tak ada gunanya!"
Storm bangkit dari tempatnya duduk.
Lalu dia memilih kembali ditempatnya tinggal, tak jauh dari Distrik kecil ini. Beruntungnya penduduk kota sangat ramah dan baik, Storm bisa menemukan kembali apartemennya dulu saat bekerja direstoran Foodgris.
Setelah tiba diapartemen yang tidak terlalu luas dan megah juga suasananya tampak sepi tidak ada orang sama sekali.
Storm acuh, dia memilih beristirahat dengan tenang merilekskan pikirannya yang pusing memikirkan kehidupannya yang menyedihkan ini.