Diruangan Skills, ruangan yang berada disamping ruangan Laboratium Zirzota Elite School.
Lokasinya sedikit lebih jauh dari kelas 2 dan ruangan itu juga ruangan terluas dari semua ruangan disekolah ini.
Tak heran Room Skills, menjadi tempat yang ideal sebagai ujian Fate Voter yang mampu menampung ratusan siswa didalamnya.
Dari arah depan Room Skills, terdapat beberapa meja dan beberapa kursi tersusun rapi. Dan terlihat dua entitas beda orang tengah berbincang ringan.
"Mohon maaf tuan Rem jika saya mengacau kesibukan anda...
"Sekali lagi maaf tuan Rem, mohon anda tidak memarahi saya!"
Walau mempunyai penyakit Psikologi mental yang dideritanya.
Jester juga bukanlah orang yang bodoh dalam berfikir sebelum bertindak. Dia bisa merasakan bahwa tuan Rem sosok manusia super dengan kemampuan mengerikan.
Jester sangat menghormati tuan Rem, meski itu kamuflase saja. Sebab sebenarnya Jester hanya takut mati saja ditangan pemuda dingin nan mengerikan yang tengah duduk dikursi besi itu.
"Berhentilah berbicara, kepalaku terasa sedikit pusing!"
Storm memijit jidat, dahinya dengan kesal lantaran badut disampingnya berbicara tidak jelas sedari tadi.
"Maaf tuan, saya paham!"
Buru 2 Jester menutup rapat mulutnya dan fokus pada pekerjaannya.
Apa yang diucapkan oleh tuan Rem adalah sebuah kemutlakan yang tidak bisa dibantah dengan cara apapun.
Jester kembali fokus membantu para guru lain mendata siswa 2 yang mengikuti ujian Fate Voter.
"Sial, jumlahnya sangat banyak sekali?"
"Jika tahu begini mana mau aku setuju dengan tawaran badut itu?"...
Storm tambah pusing bukan karena sakit tapi jumlah siswa Zirzota Elite School cukup banyak.
Perlu memakan banyak waktu untuk menyelesaikan setiap ujian Fate Voter yang dijalani mereka semua. Tapi beruntung, dia hanya bertugas sebagai penjaga badut Jester saja.
Storm tidak perlu pusing mengenalkan dirinya juga meramal para siswa yang entah apa tujuannya sebenarnya.
"Maaf lama, tuan Jester juga...
Emmanuel tiba di Room Skills diikuti oleh guru2 lainnya, dan menyambut hangat badut Jester lalu menatap pemuda tengah duduk santai itu sejenak.
"Siapa namamu anak muda?"
Tanya Emmanuel kasar terkesan menghardik karena pemuda itu tampak menjengkelkan sekali baginya.
"Rem Scraster"
"Hmm, nama yang jelek?"
Emmanuel mengibas tangan kanannya dengan malas mendengar nama aneh seperti itu.
"Baiklah karena kau rekan dari tuan Jester, jadinya aku hanya menyambutmu sebagai tamu biasa saja!"...
Jester mencoba menghentikan sikap kurang ajar teman lamanya itu, Emmanuel yang biasa disebut Nuel.
Jester mengutuk Emmanuel yang berani berbicara kasar bahkan tak menghormati tuan Rem. Bahkan untuk membunuh tuan Rem bisa saja, namun dia orang yang baik.
Emmanuel beruntung karena tuan Rem bukanlah tipe orang yang mudah marah.
"Benar pak, orang itu terlihat sangat menjengkelkan?"
"Rasanya ingin kupukul wajah jeleknya itu!"...
Timpal salah satu guru wanita menatap pemuda itu dengan galak.
Memang rupa dari laki laki berambut putih kesilveran itu memanglah tampan. Namun sikapnya yang harus dia benahi, beraninya dia duduk tidak menghormati pak Emmanuel yang terhormat disekolah ini.
Dasar bodoh kalian semua!
Itulah kutukan yang pantas bagi mereka semua terutama bagi tuan rumah.
Jester hanya bisa berharap tuan Rem tidak memakan ucapan dari guru 2 itu. Sebab status mereka sangatlah terhormat, selain mengajar disekolah Elite ini mereka juga dilindungi oleh petinggi kota.
Berani berurusan mereka sama saja berurusan dengan para pemerintah petinggi kota Cyberrun Astra L 500.
"Gluk!"
"Gluk!
Storm cuek, dia memilih meminum jus jeruk yang disuguhkan oleh pelayan kepadanya.
Dia tidak mau berurusan dengan guru 2 aneh disekolah ini. Selain tidak mempunyai hak untuk ikut campur, dirinya juga sadar statusnya hanya sebagai rekan badut Jester.
Membuat ulah sama saja membuatnya terusir apabila meneguk perkataan berbisa dari mereka itu.
"Anak muda ini tidak punya sopan santun?"...
Emmaneul menggeleng kepalanya dengan pelan.
Kesal dan marah pada pemuda bernama Rem Scraster ini. Sempat 2 nya dia menikmati satu gelas jus jeruk saat dirinya menegurnya.
Orang seperti itu harus dia beritahu untuk tahu apa itu sopan santun terutama menghormati mereka yang lebih tua.
"Sedikit tidak enak?"...
"Prak!"
Storm menghentikan meminum jus jeruknya dan meletakkan gelas yang beriri jus jeruk itu dinampan tempat semulanya.
Rasanya sedikit pahit dan asam, Storm merasa tidak enak dia minum.
Lalu Storm kembali memainkan kristal merah yang menjadi pion utama kalung berharganya. Dimana kalung ini adalah pecahan kristal terakhir Karl, sebelum dia benar benar lenyap.
"Errrgh!"
Emmanuel menggertakan giginya menatap tajam Rem dengan wajah ganas.
Darimana Jester memungut orang seperti itu?
Itulah pertanyaan yang ada dipikirannya betapa jengkelnya dia melihat wajahnya yang begitu menjengkelkan sekali.
"Paman Rem?"
Terdengar suara seseorang yang samar samar terdengar tak jauh dari Storm.
"Arabels?"...
Storm terbelalak kaget karena dia kembali bertemu dengan gadis muda didalam gerbong kereta api waktu itu.
Storm tak menyangka ternyata sekolah ini adalah tempat gadis itu yang ditujunya.
Dia benar 2 kaget juga sedikit senang karena bisa bertemu kembali meski cuma sesaat saja, sebelum dirinya kembali bersikap cuek dan dingin seperti semula.