Cherreads

Chapter 6 - BAB 6 Kesadaran yang Rapuh

Ruangan rumah sakit terasa tenang saat pagi itu tiba. Suara mesin yang terus memantau kondisi Jungwon menjadi satu-satunya suara yang mengisi keheningan. Cahaya matahari masuk dengan lembut melalui jendela, memberikan sedikit kehangatan di ruangan yang serba putih. Heeseung duduk di samping tempat tidur Jungwon, matanya tak pernah lepas dari sosok leader mereka yang masih belum pulih sepenuhnya.

Jungwon, yang telah terbaring lemah selama beberapa hari terakhir, perlahan mulai membuka matanya. Pandangannya samar-samar melihat langit-langit kamar rumah sakit, dan sesaat kemudian, kesadarannya mulai kembali. Tubuhnya terasa berat, seolah seluruh energinya telah hilang, tapi ia bisa merasakan bahwa ia sudah lebih baik daripada beberapa hari sebelumnya.

Heeseung, yang menyadari gerakan kecil Jungwon, langsung berdiri dari kursinya. Matanya berbinar-binar melihat sang leader mulai sadar. "Jungwon-ah!" serunya dengan nada lembut tapi penuh perhatian. Ia langsung memanggil dokter dan memastikan keadaan Jungwon stabil, sebelum kembali ke sisi tempat tidur.

Jungwon menoleh dengan pelan ke arah Heeseung, bibirnya sedikit terbuka, tapi belum mampu berbicara banyak. "Hyung..." bisiknya lemah, suaranya nyaris tak terdengar. Matanya menunjukkan kebingungan dan rasa sakit, seolah ia sedang mencoba mengingat apa yang terjadi.

Heeseung langsung duduk di tepi tempat tidur Jungwon, lalu tanpa ragu-ragu, ia memeluknya erat. "Jangan bicara dulu, Jungwon. Kamu masih lemah. Istirahatlah..." ucap Heeseung lembut, berusaha menenangkan Jungwon yang tampak ingin berkata sesuatu.

Di dalam pelukan Heeseung, Jungwon hanya bisa menatap ke depan, pikirannya perlahan mulai mengingat semua yang terjadi sebelum ia pingsan. Gabriel. Nama itu langsung memenuhi pikirannya. Ia ingin menanyakan tentang Gabriel, ingin tahu apa yang terjadi selama ia tidak sadar. Tapi sebelum ia sempat membuka mulut, Heeseung sudah bisa membaca pikiran Jungwon.

"Jungwon-ah," kata Heeseung dengan nada lembut tapi tegas, masih memeluknya erat, "Jangan pikirkan tentang Gabriel sekarang. Kamu butuh istirahat. Fokuslah untuk pulih dulu. Kami semua ada di sini untukmu."

Jungwon terdiam dalam pelukan Heeseung, matanya mulai berkaca-kaca. Ia merasa ingin menangis, tapi tubuhnya terlalu lemah untuk meluapkan semua perasaannya. Ketika Heeseung menyebutkan nama Gabriel, perasaan sakit dan kehilangan kembali menyerangnya dengan keras. Tapi ia tahu, Heeseung benar. Ia tidak boleh memikirkan Gabriel sekarang, tidak dalam kondisinya yang seperti ini.

"Aku... aku ingin tahu..." bisik Jungwon, suaranya bergetar. "Apa... dia datang?"

Heeseung menarik napas dalam-dalam, kemudian menggeleng pelan. "Jungwon-ah, sekarang bukan waktunya untuk memikirkan itu. Kamu harus pulih dulu. Kami semua khawatir padamu. Jangan bebani dirimu dengan hal-hal yang hanya akan membuatmu semakin lemah."

Jungwon menelan ludah dengan susah payah, merasakan rasa sakit yang mengganjal di dadanya. Ia tahu Heeseung hanya ingin melindunginya, tapi rasa rindu dan penasaran tentang Gabriel begitu kuat. Meski demikian, tubuhnya terlalu lemah untuk melawan apa pun saat ini, dan akhirnya ia hanya bisa mengangguk pelan.

"Hyung... aku... aku akan mencoba," ucap Jungwon dengan suara yang hampir tak terdengar, dan ia menutup matanya lagi, mencoba untuk menenangkan diri.

Heeseung memeluk Jungwon dengan lebih erat, merasakan bagaimana tubuh sang leader masih sangat lemah. "Kami semua di sini, Wonnie," bisik Heeseung, suaranya penuh kasih sayang. "Kamu tidak sendiri. Kami semua akan menemanimu sampai kamu benar-benar pulih. Jadi, jangan pikirkan apa pun dulu, oke?"

Jungwon mengangguk kecil dalam pelukan Heeseung, meski hatinya masih diselimuti rasa sakit yang mendalam. Ia tahu bahwa ia butuh waktu untuk menyembuhkan luka fisik dan emosinya, tapi ia juga tahu bahwa perjalanan ini belum berakhir.

Untuk saat ini, pelukan hangat Heeseung dan kehadiran para member lainnya adalah satu-satunya yang membuatnya merasa sedikit lebih tenang.

Hari-hari setelah Jungwon sadar dipenuhi dengan upaya keras para member untuk membuatnya tetap tenang. Setelah percakapan yang penuh emosi dengan Heeseung, mereka semua sepakat untuk tidak membiarkan Jungwon terlalu banyak berpikir tentang Gabriel atau Beomgyu. Fokus utama mereka adalah memastikan bahwa Jungwon bisa pulih dengan baik, baik fisik maupun mentalnya.

Pagi itu, sinar matahari hangat masuk melalui tirai kamar rumah sakit, memberikan sedikit kenyamanan di tengah situasi yang mencekam. Jungwon duduk di tempat tidurnya, matanya memandangi jendela dengan pikiran yang berkelana. Meski tubuhnya masih lemah, kepalanya terus dipenuhi dengan bayangan Gabriel. Ia terus bertanya-tanya apakah Gabriel akan kembali atau apakah semuanya sudah benar-benar berakhir.

Namun, Heeseung dan member lainnya tidak pernah jauh dari sisi Jungwon. Mereka bergiliran menjaga dan menemaninya sepanjang hari, memastikan bahwa Jungwon tidak merasa sendiri.

Hari itu, Sunghoon datang ke kamar Jungwon dengan senyum cerah di wajahnya. "Jungwon-ah, kamu kelihatan lebih baik hari ini," ucapnya sambil mendekat. "Aku bawa jus segar buat kamu. Kita harus pastikan kamu minum banyak vitamin biar cepat pulih!"

Jungwon tersenyum tipis, meskipun ia tahu bahwa Sunghoon hanya berusaha membuatnya merasa lebih baik. "Terima kasih, hyung," balasnya pelan, mengambil jus yang diberikan oleh Sunghoon. Ia meminumnya perlahan, meski tidak ada nafsu makan yang nyata. Namun, ia tidak ingin mengecewakan orang-orang yang telah begitu peduli padanya.

Sementara itu, Heeseung terus memperhatikan dari sudut ruangan. Ia tahu betapa rapuhnya Jungwon saat ini. Sebagai leader sementara, Heeseung mengambil tanggung jawab besar untuk menjaga kesejahteraan semua orang, terutama Jungwon. Tapi di balik itu, Heeseung sendiri merasakan beban yang tak kalah berat—melihat adik kecilnya jatuh begitu dalam karena cinta yang tidak terbalas membuat hatinya pedih.

Beberapa saat kemudian, Jake dan Sunoo datang membawa makanan dari luar. Mereka meletakkannya di meja samping tempat tidur Jungwon dan dengan riang mengajak Jungwon untuk makan bersama.

"Hyung, ayo makan! Aku bawa makanan favoritmu!" Sunoo berusaha tampak ceria, meski ia tahu di balik senyumnya, Jungwon masih berjuang melawan rasa sakit yang ia simpan di dalam hatinya.

Jungwon menghela napas panjang, lalu tersenyum kecil kepada Sunoo dan Jake. "Kalian benar-benar tidak perlu repot-repot... tapi terima kasih," ucapnya dengan pelan, mencoba menguatkan dirinya untuk ikut terlibat dalam keceriaan kecil mereka.

Sunoo duduk di sebelah Jungwon, memegang mangkuk dengan penuh semangat. "Yah, kami harus! Kamu leader kami, dan kami nggak akan biarin kamu merasa sendirian," katanya dengan penuh semangat, meskipun ada kekhawatiran tersembunyi di matanya.

Mereka mulai makan bersama, bercanda, dan berbicara tentang hal-hal yang ringan. Para member berusaha mengalihkan perhatian Jungwon dari kesedihan yang membelenggunya. Tapi, di dalam hati mereka masing-masing, mereka tahu bahwa Jungwon masih belum bisa benar-benar melupakan Gabriel.

Setelah beberapa saat, ketika suasana menjadi sedikit lebih tenang, Heeseung mendekati tempat tidur Jungwon dan duduk di sisinya lagi. Ia menatap Jungwon dengan serius, tapi penuh kasih sayang. "Jungwon-ah, ingat... apapun yang terjadi, kami semua ada di sini untukmu. Kamu nggak perlu menghadapi semuanya sendirian."

Jungwon menatap Heeseung dan member lainnya, matanya kembali berkaca-kaca. "Hyung... aku benar-benar nggak tahu harus gimana lagi... aku masih... masih berharap dia kembali," katanya dengan suara yang bergetar, menahan tangisnya.

Heeseung meraih tangan Jungwon, menggenggamnya erat. "Kami tahu, Jungwon. Tapi yang penting sekarang, kamu harus pulih. Kamu nggak harus kuat sendirian. Biarkan kami bantu kamu, oke?"

Jungwon hanya bisa mengangguk pelan, air mata akhirnya menetes di pipinya. Para member yang melihatnya segera mendekat, memberikan dukungan mereka. Mereka semua tahu betapa sulitnya bagi Jungwon untuk menghadapi rasa sakit ini, tapi mereka tidak akan membiarkan Jungwon jatuh sendirian.

Untuk sementara waktu, di antara canda tawa yang terdengar di ruangan itu, Jungwon merasakan sedikit kedamaian. Meski di dalam hatinya masih ada luka yang menganga, kehadiran member lain memberinya kekuatan untuk bertahan. Meskipun Gabriel masih ada di pikirannya, Jungwon tahu bahwa ia tidak sendiri dalam perjalanannya menuju pemulihan.

Malam mulai turun dengan lembut, menggantikan cahaya siang dengan siluet kota Seoul yang berkilauan. Di kamar rumah sakit, Jungwon terbaring tenang di ranjangnya. Tubuhnya masih lemas, tapi pikirannya kembali gelisah. Ia menatap layar ponselnya yang kosong, tak ada pesan masuk. Tidak dari Gabriel. Tidak ada penjelasan. Tidak ada kehangatan.

Heeseung, yang masih duduk di kursi di samping ranjang, sesekali melirik Jungwon. Ia tahu tatapan itu. Tatapan seseorang yang masih menunggu. Walau kata-kata "aku sudah tak mencintaimu" sudah terdengar jelas dari bibir Gabriel dua bulan lalu, Jungwon seolah tak ingin menerima kenyataan itu.

"Dia nggak akan menghubungiku lagi, ya?" gumam Jungwon pelan, lebih kepada dirinya sendiri, tapi cukup untuk didengar Heeseung.

Heeseung menoleh cepat, ekspresi wajahnya berubah sedih. Ia ingin memeluk Jungwon lagi, tapi ia tahu kali ini yang dibutuhkan adiknya bukan pelukan—melainkan kekuatan untuk berdiri sendiri.

"Won… kalau pun dia nggak menghubungi kamu lagi, itu bukan salah kamu," ucap Heeseung pelan namun tegas. "Kamu udah ngelakuin semuanya. Kamu udah berjuang. Tapi orang yang kamu perjuangkan nggak memilih untuk tetap tinggal."

Jungwon menunduk. Matanya memerah, namun tak ada air mata yang keluar. Mungkin karena sudah terlalu banyak ia menangis beberapa minggu ini. Atau mungkin… karena hatinya kini terlalu lelah.

"Kalau cinta cuma butuh satu orang untuk memperjuangkan… kenapa rasanya sakit banget?" Jungwon tersenyum miris.

Heeseung menarik napas dalam. Ia tak ingin adiknya merasa gagal dalam mencintai. "Karena kamu tulus, Jungwon. Karena kamu mencintai dengan seluruh hatimu."

Saat itu, pintu kamar terbuka perlahan. Sunoo masuk dengan sebuah boneka beruang besar berwarna coklat muda di pelukannya. Di belakangnya, Niki membawa tas berisi makanan kecil dan minuman hangat.

"Hyung~ kami balik lagi! Kami beli roti favorit kamu!" seru Sunoo ceria, mencoba menghidupkan suasana.

Jungwon mengangkat kepala pelan dan tersenyum tipis melihat kedua dongsaeng-nya. "Kalian datang terus, ya?"

"Tentu aja," jawab Niki sambil menaruh tas di meja. "Kalau bukan kami, siapa lagi yang jagain leader paling keras kepala ini?"

Sunoo duduk di tepi ranjang, meletakkan boneka beruang di sebelah Jungwon. "Ini buat kamu. Kalau kamu butuh tempat buat nangis, peluk aja boneka ini. Tapi… jangan terlalu lama nangis, ya, hyung."

Jungwon menatap boneka itu lalu tersenyum lirih, mengusap kepala boneka itu seperti sedang mengusap kepala anak kecil.

"Gomawo…" gumamnya lirih.

Kemudian, Jay dan Sunghoon menyusul masuk membawa iPad dan speaker kecil. "Oke, saatnya movie night!" seru Jay bersemangat. "Kita mau bikin kamu ketawa malam ini."

Sunghoon menimpali sambil menaruh bantal tambahan di belakang punggung Jungwon, "Kita nonton film komedi. Nggak boleh sedih-sedih malam ini."

Jungwon sempat terkejut melihat semua ini. Hatinya masih terasa berat, tapi perlahan ia mulai merasa hangat. Ia tahu luka di hatinya belum sembuh. Ia tahu bayangan Gabriel mungkin akan selalu tersisa di dalam kepalanya. Tapi dengan orang-orang ini… member yang ia anggap sebagai keluarga, ia merasa tidak sendirian.

Malam itu, mereka duduk bersama di kamar rumah sakit. Menonton film, bercanda, tertawa kecil, dan berbagi camilan. Jungwon tak banyak bicara, tapi ia tersenyum lebih sering daripada hari-hari sebelumnya.

Di tengah film, Heeseung melirik Jungwon dan berkata pelan, "Hari ini kamu nggak menangis. Itu sudah cukup hebat, Won."

Jungwon tersenyum kecil. Tapi dalam hatinya, ia tahu, masih ada luka. Namun setidaknya… malam ini, luka itu terasa sedikit lebih ringan. Karena ia tahu, ada cinta lain yang menyembuhkan—cinta dari keluarga yang tak pernah meninggalkannya.

More Chapters