Cherreads

Chapter 5 - BAB 5 Kembali ke Perusahaan

Setelah beberapa hari menikmati liburan yang penuh tawa dan canda, akhirnya Jungwon dan para member harus kembali ke rutinitas mereka. Mereka kembali ke perusahaan dengan semangat baru, siap menghadapi latihan intensif untuk persiapan tur konser besar yang telah ditunggu-tunggu oleh para penggemar. Namun, meskipun tawa dari liburan itu masih terasa hangat, beban di hati Jungwon kembali menyeruak begitu ia melangkahkan kakinya ke ruang latihan.

Pagi itu, mereka semua berjalan menuju gedung perusahaan dengan penuh semangat. Jay dan Jake asyik bercanda soal pertandingan game terakhir mereka di villa, sementara Sunoo dan Ni-ki tertawa lepas mendengar lelucon Jay yang tak henti-hentinya. Heeseung dan Sunghoon berjalan di belakang mereka, membahas detail latihan yang harus mereka fokuskan hari ini.

Namun, di tengah tawa itu, Jungwon berjalan sedikit di belakang mereka, dengan pikiran yang berkecamuk. Tidak ada pesan atau kabar dari Gabriel sejak liburan mereka dimulai. Ponselnya tetap sunyi, tanpa notifikasi yang ia harapkan. Setiap kali ia memeriksa ponsel, hatinya teriris sedikit lebih dalam. Walaupun teman-temannya selalu ada di sisinya, perasaan kehilangan Gabriel tetap menggantung di hatinya.

"Jungwon-ah, kau baik-baik saja?" tanya Heeseung yang menyadari Jungwon tampak sedikit tertinggal.

Jungwon tersentak dari lamunannya dan tersenyum tipis. "Iya, hyung. Aku baik-baik saja. Hanya sedikit memikirkan latihan."

Heeseung memandang Jungwon dengan penuh perhatian, namun tidak ingin memaksanya untuk berbicara. Ia tahu Jungwon akan terbuka saat dia siap.

Sesampainya di perusahaan, mereka semua menuju ruang latihan yang sudah menjadi tempat kedua mereka. Ruang latihan itu luas, dengan dinding-dinding cermin besar di sekelilingnya, dan lantai kayu yang bersih. Di tengah ruangan, speaker besar siap menyuarakan irama musik untuk latihan mereka. Para member lain segera mengambil tempat masing-masing, bersiap-siap untuk pemanasan.

Jungwon, sebagai leader, berusaha mengambil peran yang seharusnya. Ia berdiri di depan cermin, memimpin mereka dengan instruksi yang tegas namun lembut, memastikan semua gerakan sinkron dan sempurna. Dia harus menjadi panutan, meskipun hatinya sedang kacau balau.

"Hari ini, kita fokus pada koreografi baru untuk lagu pembuka konser," ucap Jungwon dengan suara mantap, meski ia tahu dalam hatinya, setiap kata terasa berat.

Para member mulai bergerak, mengikuti instruksi yang diberikan oleh Jungwon. Mereka semua bekerja keras, keringat mulai membasahi dahi mereka seiring musik yang diputar semakin cepat. Namun, setiap kali Jungwon melihat pantulan dirinya di cermin, ia melihat bayangan kesedihan di matanya. Setiap langkah yang ia ambil terasa seperti perjuangan untuk menahan rasa sakit yang terus menghantuinya.

Di sela-sela latihan, Jungwon terus memeriksa ponselnya secara diam-diam, berharap ada pesan dari Gabriel. Tapi layar ponselnya tetap kosong. Tak ada pesan. Tak ada panggilan. Tak ada kabar dari orang yang selama ini ia tunggu.

Di sisi lain, para member bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan Jungwon. Mereka melihat bagaimana senyumnya terasa dipaksakan, bagaimana dia kadang melamun di tengah-tengah latihan. Namun, mereka memilih untuk tidak mengomentari hal itu secara langsung. Mereka tahu Jungwon butuh waktu.

"Jungwon-ah, istirahat dulu, yuk," saran Sunghoon saat mereka berhenti sejenak.

Jungwon mengangguk, berusaha tersenyum. "Iya, aku cuma butuh minum sedikit."

Jungwon menuju tepi ruangan, mengambil botol minumnya. Ia duduk di bangku sambil meneguk air, mencoba meredakan gejolak perasaannya. Air yang ia minum terasa dingin di tenggorokannya, tetapi tidak bisa mendinginkan hatinya yang terbakar oleh rasa sakit.

"Hyung," tiba-tiba Jake duduk di sebelahnya. "Aku tahu ini berat buatmu. Tapi... jangan terlalu keras pada dirimu sendiri, ya?"

Jungwon menatap Jake dengan mata sedikit berkaca-kaca, tetapi ia tersenyum tipis. "Aku tahu, Jake. Aku hanya... ingin semuanya kembali normal."

Jake mengangguk penuh pengertian. "Kami semua ada di sini buat kamu, Jungwon. Apa pun yang terjadi, jangan pernah merasa sendirian."

Mendengar kata-kata Jake, hati Jungwon sedikit terhibur, meskipun rasa kehilangan masih ada di dalam dirinya. Ia sadar bahwa sebagai leader, ia harus kuat untuk timnya. Tapi menjadi kuat tidak selalu berarti harus menyembunyikan perasaan. Kadang, yang paling dibutuhkan adalah keberanian untuk menerima dan menghadapi rasa sakit itu sendiri.

Latihan kembali dimulai setelah istirahat singkat. Jungwon mengambil tempatnya lagi di depan cermin, memimpin dengan ketenangan yang ia paksakan. Mereka semua bergerak dalam harmoni, namun di balik setiap langkah, Jungwon merasa seperti sedang menahan tangisan. Setiap dentuman musik mengingatkannya pada Gabriel—pada momen-momen yang mereka habiskan bersama, pada tawa yang kini hanya tinggal kenangan.

Seiring berjalannya waktu, latihan mereka berjalan lancar. Gerakan demi gerakan mulai terlihat sempurna, dan persiapan konser mereka semakin mendekati sempurna. Meskipun Jungwon berusaha sekuat tenaga untuk tetap fokus pada latihan, pikirannya terus melayang ke Gabriel. Dia ingin menghubungi Gabriel, ingin mendengar suaranya, tapi rasa takut akan penolakan membuatnya ragu.

Setelah beberapa jam latihan, mereka akhirnya selesai untuk hari itu. Semua member kelelahan, tapi puas dengan hasilnya. Mereka saling menyemangati, bertepuk tangan, dan memuji kerja keras satu sama lain.

Jungwon, meskipun merasa lelah, berusaha menampilkan senyum terbaiknya. Sebagai leader, ia tahu bahwa ia harus menunjukkan kekuatan di depan member lainnya. Tapi di dalam hatinya, ia masih menahan semua rasa sakit itu sendirian.

Saat mereka berkemas untuk pulang, Heeseung mendekati Jungwon lagi. "Kamu sudah melakukan yang terbaik hari ini, Jungwon. Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri, oke?"

Jungwon menatap Heeseung, merasakan dukungan yang tulus dari hyung-nya. "Terima kasih, hyung. Aku hanya... butuh waktu."

Heeseung mengangguk pelan. "Kamu nggak harus terburu-buru. Kami semua ada di sini, jadi kapan pun kamu butuh bantuan, jangan ragu untuk berbicara."

Malam itu, saat mereka meninggalkan ruang latihan dan menuju rumah masing-masing, Jungwon masih memikirkan Gabriel. Meskipun hatinya berat, ia tahu bahwa ia harus terus berjalan. Sebagai leader, ia memiliki tanggung jawab besar, tidak hanya pada dirinya sendiri, tetapi juga pada timnya.

Langkah Jungwon mungkin terasa berat, tetapi ia tidak akan menyerah. Sebab di balik setiap rasa sakit, selalu ada harapan. Dan Jungwon percaya, suatu hari, semua akan kembali seperti semula—entah dengan atau tanpa Gabriel di sisinya.

Setelah menjalani latihan yang intens selama seminggu penuh dan gladi bersih, akhirnya hari yang ditunggu-tunggu tiba. Konser pertama mereka di tengah kota Seoul sebelum memulai tur dunia dimulai. Suasana di belakang panggung dipenuhi dengan kegembiraan dan sedikit ketegangan. Para member mengenakan pakaian panggung mereka yang berkilauan, dengan wajah yang menunjukkan semangat tinggi. ENGENE sudah memadati arena konser, memenuhi setiap sudut dengan lautan lightstick yang berwarna-warni, menciptakan pemandangan indah di bawah langit malam Seoul.

Jungwon, sebagai leader, berusaha menyembunyikan kegelisahannya. Ini adalah momen besar bagi grup mereka, dan ia ingin memberikan yang terbaik. Meski pikirannya masih dipenuhi oleh bayangan Gabriel, ia mencoba fokus pada konser yang akan mereka jalani. Ini adalah momen di mana mereka akan menyatu dengan para penggemar yang telah menantikan mereka begitu lama.

Tepat pukul delapan malam, lampu arena redup, dan sorakan keras terdengar dari seluruh penonton. Musik intro mulai mengalun, dan satu per satu member ENHYPEN muncul di atas panggung. Sorakan penonton semakin keras ketika mereka melihat idolanya berdiri di sana, siap memberikan penampilan terbaik mereka.

Konser berjalan dengan sangat lancar. Selama dua jam penuh, mereka menyanyikan lagu-lagu hit mereka, menari dengan energi penuh, dan berinteraksi dengan para penggemar. Setiap kali mereka tampil, sorakan dari ENGENE semakin menggema, menciptakan suasana yang luar biasa. Di sela-sela lagu, mereka tertawa dan bercanda di atas panggung, menikmati setiap momen yang mereka habiskan bersama para penggemarnya.

Di tengah-tengah konser, suasana semakin ceria ketika mereka memainkan game kecil bersama para fans. Canda dan tawa terus mengalir, membuat malam itu terasa sangat berkesan. Waktu terasa berjalan begitu cepat, dan tanpa disadari, mereka hanya memiliki waktu satu jam tersisa sebelum konser berakhir. Namun, semangat mereka tidak berkurang sedikit pun.

Mereka melanjutkan lagu-lagu mereka, menyelesaikan setiap koreografi dengan sempurna. Jungwon, meskipun merasa lelah secara emosional, tetap tampil maksimal, berusaha memberikan yang terbaik untuk ENGENE. Saat mereka menyanyikan lagu terakhir, Jungwon mengambil posisi di depan panggung, menghadap para penggemar yang bersorak dengan penuh antusiasme.

Namun, ketika lagu itu berakhir, pandangan Jungwon terhenti pada satu titik di area VIP di depan panggung. Matanya membelalak saat melihat sosok yang tak pernah ia duga akan hadir di sana—Gabriel, duduk bersama Beomgyu. Jantung Jungwon seakan berhenti berdetak sejenak. Raut wajahnya yang semula penuh senyum dan semangat mendadak berubah menjadi kaku. Seakan semua kebahagiaan yang ia rasakan di atas panggung tadi tiba-tiba lenyap begitu saja.

Gabriel dan Beomgyu duduk berdekatan, dan meskipun mereka tidak menunjukkan gestur yang mencurigakan, hanya melihat mereka bersama sudah cukup untuk membuat hati Jungwon hancur. Pandangan Jungwon terkunci pada mereka, perasaan sakit dan kebingungan kembali menghantui dirinya. Bagaimana mungkin Gabriel ada di sini, bersama Beomgyu? Apakah ini sebuah kebetulan, atau memang ada maksud tertentu di balik kehadiran mereka?

Para member yang lain tampaknya tidak menyadari perubahan di wajah Jungwon, tetapi Heeseung, yang selalu peka, melihat ketegangan di matanya. Ia menatap Jungwon dengan khawatir, tetapi tidak bisa berkata apa-apa di tengah ribuan mata yang sedang menyorot mereka.

Setelah lagu terakhir berakhir, mereka beristirahat sejenak dan kembali ke tengah panggung untuk sesi tanya jawab dengan ENGENE. Para penggemar antusias mengajukan berbagai pertanyaan, mulai dari hal-hal lucu hingga yang serius. Namun, satu pertanyaan yang tiba-tiba muncul dari seorang penggemar membuat suasana berubah drastis.

"Jika kalian punya pacar, tapi pacar kalian memilih orang lain, apa yang akan kalian lakukan?" tanya seorang penggemar dari barisan depan.

Seketika suasana di atas panggung terasa sunyi. Pertanyaan itu menghantam Jungwon seperti petir di siang bolong. Semua member terdiam, menatap Jungwon yang tiba-tiba tampak terguncang oleh pertanyaan itu. Ia tahu bahwa pertanyaan tersebut sangat relevan dengan apa yang sedang ia rasakan saat ini. Sorot lampu panggung yang terang seakan tidak bisa menyembunyikan kesedihan yang tiba-tiba menghantam hatinya.

Heeseung melirik ke arah Jungwon dengan cemas. Ia bisa melihat bahwa pertanyaan itu telah menyentuh luka terdalam yang Jungwon coba sembunyikan selama ini.

Jungwon menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Ia merasa ribuan pasang mata tertuju padanya, menunggu jawabannya. Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Jungwon akhirnya membuka mulutnya.

"Jika aku punya pacar dan dia memilih orang lain..." Jungwon memulai, suaranya bergetar. "Aku rasa... hal pertama yang akan aku lakukan adalah mencoba memahami kenapa itu terjadi."

Rasa sakit yang selama ini ia tahan, kini mulai merembes keluar. Air mata yang sejak tadi ia coba tahan mulai menggenang di pelupuk matanya. Ia menundukkan kepala, berusaha keras untuk tidak menangis di depan ribuan penggemar yang mencintainya.

"Terkadang... dalam hubungan, kita nggak bisa memaksakan perasaan seseorang," lanjutnya, suaranya mulai terdengar serak. "Dan jika orang yang kita cintai memilih orang lain... mungkin itu karena mereka merasa lebih bahagia dengan pilihan mereka."

Para penggemar terdiam, mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut Jungwon dengan penuh perhatian. Mereka bisa merasakan bahwa apa yang sedang dikatakan Jungwon bukan sekadar jawaban biasa, tapi sesuatu yang sangat personal.

Jungwon berhenti sejenak, menarik napas panjang, tetapi air mata yang selama ini ia tahan akhirnya jatuh. Ia menangis di atas panggung, di hadapan ribuan penggemarnya. Para member yang lain, termasuk Heeseung dan Sunghoon, langsung mendekat, mencoba memberikan dukungan kepada leader mereka yang sedang hancur.

"Tapi... itu nggak berarti rasa sakitnya akan hilang begitu saja," lanjut Jungwon, suaranya bergetar. "Kadang... kita harus belajar melepaskan, meskipun itu hal yang paling sulit di dunia ini."

Sorakan dukungan dari ENGENE terdengar menggema di seluruh arena. Mereka meneriakkan kata-kata penyemangat untuk Jungwon, mencoba memberinya kekuatan di saat-saat yang paling sulit.

Jungwon mencoba tersenyum di tengah air matanya. "Aku ingin berterima kasih kepada kalian semua, ENGENE, karena selalu ada untukku dan member lainnya. Tanpa kalian, kami nggak akan bisa bertahan sejauh ini. Kalian adalah alasan kenapa kami tetap kuat."

Para member memeluk Jungwon di atas panggung, memberikan dukungan yang ia butuhkan. Mereka semua tahu betapa beratnya perasaan yang sedang dipikul Jungwon, dan mereka ingin menunjukkan bahwa ia tidak sendirian dalam menghadapi semua ini.

Gabriel dan Beomgyu yang duduk di area VIP, tampak terdiam menyaksikan semua ini. Jungwon tidak menyebut nama siapa pun dalam ceritanya, tetapi Gabriel tahu bahwa cerita itu tentang mereka. Sementara itu, Beomgyu menundukkan kepala, merasa bersalah atas situasi yang terjadi.

Konser malam itu berakhir dengan penuh emosi. Para penggemar bertepuk tangan, menunjukkan cinta dan dukungan mereka kepada Jungwon. Meskipun hati Jungwon masih terasa hancur, ia merasa sedikit lega karena ia telah membagikan perasaannya kepada orang-orang yang selalu mencintainya.

Konser berakhir dengan penuh emosi, namun atmosfer di belakang panggung masih terasa berat. Para member ENHYPEN tengah bersiap untuk meninggalkan panggung setelah memberikan penampilan luar biasa mereka. Para staf sibuk membereskan perlengkapan, dan suasana yang semula meriah mulai mereda. Jungwon yang telah mengungkapkan perasaannya di depan ribuan penggemar masih terlihat diam, menatap kosong ke arah langit-langit ruangan. Tangisnya sudah reda, tapi bekas air mata masih terlihat di wajahnya.

Heeseung, Sunghoon, dan member lainnya berdiri tak jauh dari Jungwon, memberikan ruang untuknya merenung. Mereka paham bahwa perasaan Jungwon sedang rapuh. Namun tiba-tiba, terdengar langkah kaki mendekat dari arah pintu belakang panggung. Semua kepala menoleh, dan ketika pintu terbuka, muncul dua sosok yang tak asing—Gabriel dan Beomgyu.

Jungwon langsung terdiam, seluruh tubuhnya menegang seketika melihat kehadiran mereka berdua. Mata Jungwon membelalak saat Gabriel dan Beomgyu berjalan mendekat dengan ekspresi serius di wajah mereka. Beomgyu yang lebih dahulu berbicara, suaranya lembut namun terdengar jelas di ruangan yang hening.

"Jungwon..." Beomgyu memulai, suaranya terdengar penuh penyesalan. "Aku ingin minta maaf."

Jungwon hanya menatap Beomgyu tanpa berkata apa-apa. Hatinya berperang antara perasaan sakit, marah, dan bingung. Ia tahu bahwa Beomgyu dan Gabriel tak berniat menyakitinya, tapi rasa pengkhianatan itu sulit diabaikan.

Beomgyu melanjutkan, "Aku tahu ini sulit untukmu, dan aku nggak ingin hal ini terjadi. Aku benar-benar minta maaf kalau semuanya jadi begini."

Sementara itu, Gabriel berdiri di sebelah Beomgyu, menundukkan kepalanya. Setelah beberapa detik, ia pun akhirnya berbicara.

"Jungwon," suara Gabriel terdengar pelan namun penuh perasaan, "Aku juga minta maaf... Aku nggak pernah bermaksud menyakitimu."

Jungwon mengalihkan pandangannya dari Beomgyu ke Gabriel. Hatinya terasa berat mendengar permintaan maaf dari orang yang begitu ia cintai. Jungwon menarik napas dalam-dalam, berusaha menjaga ketenangan meskipun hatinya terasa hancur. Ia tersenyum tipis, senyum yang dipaksakan untuk menutupi rasa sakit yang semakin dalam.

"Gabriel... Aku nggak butuh permintaan maaf. Aku cuma..." suara Jungwon terdengar serak dan tertahan. "Aku cuma ingin kamu kembali."

Kalimat itu keluar dari bibirnya, dan seketika suasana ruangan menjadi sangat hening. Para staf yang ada di dekat mereka tidak berani mengganggu, memberikan ruang kepada ketiganya untuk berbicara tanpa intervensi. Beomgyu menundukkan kepalanya dalam-dalam, merasa tak nyaman dengan situasi ini, sementara Gabriel menatap Jungwon dengan tatapan penuh kebingungan dan keraguan.

Gabriel akhirnya menelan ludah, dan dengan suara pelan, ia berkata, "Aku... Aku nggak bisa, Jungwon."

Kata-kata itu terdengar sangat jelas, menghantam hati Jungwon seperti palu yang menghancurkan. Ia terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Perasaan yang selama ini ia simpan, harapan bahwa Gabriel mungkin akan kembali kepadanya, hancur begitu saja dengan satu kalimat. Jungwon mencoba menahan air mata yang kembali menggenang di pelupuk matanya, namun rasa sakit itu terlalu kuat untuk ditahan.

Di sudut ruangan, para member yang mendengarkan percakapan ini hanya bisa menatap dengan tegang. Mereka merasakan betapa beratnya situasi ini bagi Jungwon, tapi mereka tidak ingin ikut campur lebih jauh. Heeseung, yang paling dekat dengan Jungwon, mengepalkan tangannya erat-erat, merasa tak berdaya melihat leader mereka terluka seperti ini. Sementara Sunghoon dan yang lainnya juga tak bisa menyembunyikan kecemasan mereka.

Setelah keheningan yang panjang, Beomgyu kembali berbicara, "Jungwon, kami benar-benar nggak ingin hal ini menyakiti kamu lebih dalam lagi. Aku harap kita bisa tetap berteman, meskipun ini sangat sulit."

Jungwon masih terdiam, mencoba mencerna semua yang terjadi. Senyum tipis yang tadi ia paksakan kini menghilang sepenuhnya. Ia merasa lemas, seakan seluruh energinya telah terkuras habis oleh kenyataan pahit yang baru saja ia terima.

Gabriel dan Beomgyu akhirnya pamit. Mereka menundukkan kepala kepada para member lain yang ada di sana sebelum perlahan-lahan meninggalkan ruangan. Ketika pintu tertutup di belakang mereka, Jungwon masih berdiri kaku di tempatnya, menatap kosong ke arah pintu yang baru saja mereka lewati.

Para member lainnya tidak mengatakan apa-apa, tapi mereka tahu bahwa hati Jungwon kini benar-benar hancur. Heeseung mendekati Jungwon dan meletakkan tangannya di pundaknya, memberikan dukungan tanpa perlu kata-kata. Jungwon tidak menangis lagi, tapi rasa sakit itu jelas terlihat di matanya.

"Jungwon," kata Heeseung dengan suara lembut. "Kita di sini buat kamu, selalu."

Jungwon mengangguk pelan, tapi ia masih tenggelam dalam pikirannya sendiri, mencoba mencari cara untuk menghadapi kenyataan bahwa Gabriel telah benar-benar menolaknya—bahwa hubungan yang selama ini ia harapkan untuk diperbaiki, kini telah berakhir tanpa harapan.

Di balik ketegaran yang ia tunjukkan, Jungwon tahu bahwa ini adalah salah satu momen terberat dalam hidupnya.

Setelah kepergian Gabriel dan Beomgyu, suasana di ruang belakang panggung berubah menjadi begitu sunyi. Jungwon masih berdiri diam di tempatnya, matanya menatap kosong ke arah pintu yang baru saja mereka lewati. Hatinya terasa berat, seolah-olah seluruh harapannya baru saja runtuh dalam sekejap. Rasa sakit itu tak lagi bisa ia sembunyikan, meski ia terus berusaha terlihat tegar.

Heeseung, yang sejak tadi berdiri di dekatnya, merasa bahwa Jungwon tak bisa menahan lagi semua yang ia rasakan. Dengan lembut, Heeseung menepuk pundak Jungwon, mencoba memberikan ketenangan tanpa banyak kata. Ia tahu, terkadang dalam situasi seperti ini, kata-kata tak lagi cukup untuk menyembuhkan luka yang begitu dalam.

Mendengar suara lembut Heeseung dan merasakan sentuhan di pundaknya, Jungwon perlahan berbalik. Matanya yang penuh dengan kesedihan akhirnya bertemu dengan mata Heeseung. Saat itulah pertahanannya runtuh. Seolah-olah segala beban yang ia tahan selama ini tumpah begitu saja.

"Hyung..." bisik Jungwon, suaranya bergetar menahan tangis. Tubuhnya mulai bergetar, tak kuat lagi untuk berdiri tegak. Dalam sekejap, Jungwon meraih Heeseung dan memeluknya erat, air matanya akhirnya jatuh tanpa bisa ia cegah.

Heeseung, yang sudah melihat Jungwon menderita dalam diam, langsung membalas pelukan itu dengan erat. "Jungwon... aku di sini, jangan tahan semuanya sendiri," ucap Heeseung dengan suara rendah namun penuh ketulusan. Pelukan itu terasa begitu hangat, memberikan rasa nyaman di tengah kesedihan yang begitu mendalam.

Tubuh Jungwon terasa lemas di dalam pelukan Heeseung. Ia merasa seluruh tenaganya hilang begitu saja, seolah-olah semua beban yang ia pikul selama ini tak lagi bisa ia tahan. Sementara air mata terus mengalir di pipinya, tangisnya semakin kencang. Isakan demi isakan keluar dari bibirnya, mencurahkan segala kesakitan yang selama ini ia pendam.

Melihat Jungwon yang akhirnya tak bisa menahan kesedihannya lagi, para member lain yang berada di ruangan itu segera mendekat. Sunghoon, Jay, Sunoo, dan Jake ikut memeluk Jungwon, berusaha memberikan kekuatan dan dukungan yang mereka bisa. Mereka mengelilingi Jungwon, menciptakan lingkaran persahabatan yang hangat, berharap bisa membuat Jungwon merasa bahwa ia tidak sendirian.

Sunoo, yang selama ini juga sangat dekat dengan Jungwon, menahan air matanya sendiri. Melihat Jungwon yang menangis begitu hebat, hatinya terasa sangat sakit. Ia memegang bahu Jungwon erat-erat, menepuk-nepuk punggungnya sambil berbisik, "Kami ada di sini, Wonnie. Kamu nggak sendirian."

Jay pun memeluk dari sisi lain, mencoba memberikan kekuatan dengan diam. Ia tahu bahwa dalam situasi seperti ini, yang dibutuhkan Jungwon hanyalah kehadiran mereka, sahabat-sahabatnya yang selalu mendukungnya tanpa syarat.

Jungwon merasakan kekuatan dari pelukan para member yang mengelilinginya. Meskipun hatinya masih terasa hancur, ada sedikit rasa hangat yang mulai menyelinap di dalam dirinya. Ia tahu, meskipun Gabriel telah menolaknya, ia masih memiliki orang-orang yang peduli dan menyayanginya tanpa pamrih. Mereka adalah keluarga kedua baginya, tempat di mana ia bisa menemukan kekuatan ketika dunia seolah-olah runtuh di sekitarnya.

"Aku nggak kuat, hyung..." lirih Jungwon di antara isakannya, suaranya hampir tak terdengar. "Aku nggak tahu harus bagaimana lagi..."

Heeseung mempererat pelukannya, memberikan kehangatan lebih dalam. "Kamu kuat, Jungwon. Kamu udah bertahan sejauh ini, dan kamu nggak perlu menjalani semua ini sendirian. Kami ada di sini untuk kamu."

Jungwon terus menangis di dalam pelukan mereka, air matanya membasahi bahu Heeseung dan member lainnya. Meski tangisnya mulai mereda, rasa sakit di hatinya masih begitu nyata. Namun, di tengah kesedihan itu, pelukan dan dukungan dari para member memberinya sedikit harapan. Mereka adalah pilar yang menopangnya, mengingatkannya bahwa meski ia kehilangan seseorang yang ia cintai, ia masih memiliki keluarga yang selalu ada di sisinya.

Setelah beberapa saat, tangisan Jungwon akhirnya mulai mereda, meski matanya masih merah dan bengkak. Ia melepaskan pelukannya dari Heeseung dan member lainnya dengan lemah, namun mereka tetap berada di dekatnya, memberikan semangat dan kekuatan yang ia butuhkan. Jungwon menarik napas dalam-dalam, berusaha mengembalikan ketenangannya.

Meski rasa sakit itu belum sepenuhnya hilang, Jungwon tahu bahwa ia akan bisa melalui ini. Ia punya teman-teman yang selalu ada untuknya, dan meskipun perasaannya terhadap Gabriel belum sepenuhnya pudar, ia tahu bahwa waktu akan membantu menyembuhkan luka-lukanya.

"Terima kasih, hyung, terima kasih semuanya..." Jungwon berbisik pelan, matanya penuh dengan rasa syukur kepada mereka yang selalu ada di sisinya.

Para member tersenyum, meski mereka tahu bahwa perjalanan Jungwon untuk pulih dari rasa sakit ini masih panjang, tapi mereka siap untuk terus berada di sisinya, menemani setiap langkah yang ia ambil.

More Chapters