Udara dingin pegunungan yang menusuk terasa semakin beku saat Kael dan tim kecil Jenderal Solen memulai perjalanan pulang. Setiap langkah di atas bebatuan dan tanah kasar terasa seperti beban berat. Kelelahan fisik membayangi mereka, diperparah oleh ketegangan dari apa yang baru saja terjadi. Di antara mereka, Torvin, prajurit yang terluka, mengerang pelan, digendong dengan hati-hati oleh Solen dan satu prajurit lainnya. Kaus kakinya berlumuran darah, dan Kael bisa melihat pancaran energi yang tidak sehat di sekitar luka akibat tembakan senjata Astrion.
"Kondisi Torvin kritis," Arken melapor, suaranya terdengar tenang meskipun situasinya genting. "Perangkat medis era ini tidak memadai untuk menangani cedera akibat senjata energi Astrion. Diperlukan perawatan Magitek tingkat lanjut secepatnya."
Perawatan Magitek tingkat lanjut... itu berarti mereka harus membawanya kembali ke istana, ke bengkel rahasia Solen, atau mencari ahli Magitek tepercaya lainnya. Tidak ada klinik biasa di kota yang bisa menanganinya tanpa menimbulkan pertanyaan yang tidak diinginkan.
"Jenderal," bisik Kael, napasnya tersengal. "Torvin membutuhkan bantuan segera."
Solen mengangguk, rahangnya mengeras. "Aku tahu, Pangeran. Kita harus bergerak cepat, tapi senyap. Astrion mungkin mengirim unit pengejar."
Ketakutan itu nyata. Elara Vance tahu siapa Kael. Dia tidak akan membiarkan ini berlalu begitu saja. Setiap bayangan di belakang mereka terasa seperti agen Ghost yang mengintai, setiap suara angin terdengar seperti langkah kaki Spectre. Kael memegang Nullifier Palm-nya erat-erat, satu-satunya perlindungan teknologi canggih yang mereka miliki jika Astrion datang.
"Dia memanggil namaku," kata Kael tiba-tiba, lebih kepada Arken dan dirinya sendiri daripada Solen. "Dia tahu siapa aku."
Solen, yang mendengar itu, melirik Kael dengan serius. "Arven? Apa maksudnya itu, Pangeran?"
Kael ragu sejenak. Seberapa banyak yang bisa dia ungkapkan pada Solen? Sang Jenderal telah mempertaruhkan segalanya untuknya, mengikuti Kael ke tempat berbahaya tanpa pertanyaan. Loyalitas Solen telah terbukti.
"Arven... itu adalah namaku... di masa lalu," Kael berbisik, menjaga suaranya tetap rendah agar prajurit lain tidak mendengar. "Di dunia tempat Arken berasal. Elara Vance juga dari sana. Dia adalah... ilmuwan terkemuka dalam teknologi yang menghancurkan duniaku."
Solen berhenti berjalan sejenak, tatapannya penuh keheranan. Mengingat kembali percakapan Kael di dewan tentang jaringan satelit dan idenya tentang Magitek, juga kecerdasannya yang tidak wajar... potongan-potongan itu mulai menyatu. "Kau... kau bukan hanya Pangeran Kael. Kau... dari masa lalu?"
"Masa depan, Jenderal," koreksi Kael. "Dari masa depan dunia ini. Aku melihatnya hancur. Dan Astrion... mereka ada di sana. Elara Vance ada di sana. Dan mereka sekarang ada di sini, mencari Titik Resonansi yang mungkin terkait dengan kehancuran itu."
Solen mencerna informasi yang luar biasa itu. Wajahnya menunjukkan perjuangan batin—percaya pada pangeran muda yang ia kenal, tetapi juga memproses kenyataan yang melampaui pemahaman dunianya. Namun, loyalitas dan pengalamannya menang. Dia telah melihat bukti: teknologi Astrion, pengetahuan Kael, dan ancaman nyata terhadap istana.
"Baik," kata Solen akhirnya, suaranya rendah tetapi penuh keyakinan. "Aku tidak sepenuhnya mengerti, Pangeran. Tapi aku percaya padamu. Dan jika musuh dari... masa depan itu... mengincar istana dan mengenalimu... maka ancamannya jauh lebih besar dari yang pernah kubayangkan. Kita harus kembali secepat mungkin. Demi kerajaan."
Perjalanan dilanjutkan, kini dengan pemahaman yang lebih dalam di antara Solen dan Kael, dan bobot rahasia yang dibagikan. Mereka bergerak melalui hutan dan medan kasar, menghindari jalur yang mungkin dipatroli oleh Morten atau Astrion. Setiap jam terasa seperti keabadian. Kelelahan menggerogoti, tetapi tekad Solen, dan keharusan Kael untuk melindungi kerajaannya dan sekutunya, mendorong mereka maju.
Saat mereka mendekati pinggiran kota Elvoreth menjelang fajar, mereka bisa merasakan perubahan suasana. Udara masih dingin, tetapi ada keramaian dan ketegangan yang tidak biasa. Asap samar masih terlihat di dekat gerbang timur. Sirene terdengar di kejauhan.
"Analisis situasi kota: Tingkat kewaspadaan tinggi. Banyak patroli keamanan. Berita serangan Morten di gerbang timur telah menyebar. Ada juga laporan tentang... hilangnya Pangeran Kael semalam," Arken melaporkan. "Darron Valerian aktif menyebarkan narasi negatif. Prediksi: Kepulanganmu akan memicu perhatian signifikan."
Tentu saja Darron memanfaatkan situasi ini, pikir Kael dengan getir. Hilang saat kota diserang, kembali tanpa penjelasan... itu adalah bahan bakar sempurna untuk kampanye fitnah Darron.
Kembali ke istana melalui gerbang depan yang dijaga ketat adalah bunuh diri. Mereka harus menyelinap masuk, sama seperti saat Kael keluar dengan Aelira malam sebelumnya. Gerbang belakang yang jarang digunakan, dekat dengan bengkel rahasia Solen, adalah satu-satunya pilihan.
Mereka menunggu di semak-semak gelap di luar tembok istana sampai cahaya fajar cukup untuk bergerak tetapi belum terlalu terang untuk menarik perhatian penjaga yang lelah. Kael, Solen, dan prajurit yang tersisa (termasuk Torvin yang terluka) menyelinap melalui semak belukar dan tembok rendah yang Kael kenal. Solen, dengan pengetahuannya tentang rute patroli internal, memimpin mereka melewati titik-titik buta keamanan.
Mereka berhasil mencapai pintu masuk rahasia ke bengkel Magitek Solen di bawah tanah. Di sana, mereka disambut oleh teknisi Magitek tepercaya Solen, yang terkejut melihat keadaan mereka, terutama Torvin.
"Solen, apa yang terjadi?" tanya teknisi itu, matanya melebar melihat luka Torvin.
"Tidak ada waktu untuk penjelasan," kata Solen tegas. "Siapkan ruang medis darurat. Cedera akibat teknologi yang belum pernah kita lihat. Pangeran Kael, kau harus segera kembali ke kamarmu. Cari Lady Aelira. Dia perlu tahu."
Kael mengangguk. Mengurus Torvin adalah prioritas Solen sekarang. Misi Kael adalah kembali ke jaring laba-laba istana dan menghadapi badai politik, serta memberi tahu Aelira tentang Elara Vance.
Dia berpisah dari Solen dan prajurit lainnya, menyelinap melalui koridor bawah tanah yang hanya diketahui beberapa orang, menuju bagian istana tempat kamar-kamar pangeran dan bangsawan senior berada. Setiap langkah terasa berat, tubuhnya sakit, tetapi pikirannya berpacu. Elara tahu. Elara Vance, dari masa depan, tahu Arven masih hidup sebagai Kael. Ini mengubah segalanya.
Ia berhasil mencapai area kamarnya tanpa terdeteksi oleh penjaga istana, yang tampaknya lebih fokus pada gerbang dan area publik setelah serangan semalam. Pintu kamarnya terbuka sedikit. Aelira pasti menunggunya.
Kael menyelinap masuk. Aelira segera bergegas mendekat, wajahnya pucat pasi karena khawatir. Dia memeluk Kael dengan erat sejenak, kelegaan membanjiri matanya.
"Kael! Syukurlah kau kembali! Aku sangat khawatir! Ada laporan tentang serangan Morten di gerbang timur, dan Darron... dia menyebarkan kabar kau menghilang semalam, menyiratkan hal-hal buruk!"
Kael balas memeluknya, merasakan keamanan relatif dalam pelukannya, meskipun itu hanya sementara. "Aku baik-baik saja, Aelira. Aku mendapatkan informasinya. Dan... ada banyak hal yang harus kuceritakan padamu."
Mereka duduk di kamar Kael. Kael menceritakan semuanya—perjalanan ke Titik Resonansi, menemukan Astrion, kalibrasi yang menargetkan istana, dan konfrontasi dengan Elara Vance. Dia menjelaskan siapa Elara Vance sebenarnya, dan yang terpenting, bagaimana Elara memanggilnya "Arven".
Aelira mendengarkan dengan mata terbelalak, mencerna informasi yang luar biasa itu. Rahangnya mengendur karena terkejut dan takut. "Elara Vance... dari masa depanmu? Dia hidup? Dan dia tahu... dia tahu kau Arven?"
"Ya," kata Kael, mengangguk lelah. "Dia tidak hanya mengintip. Dia ada di sini untuk 'Proyek Nexus', Titik Resonansi itu. Dan sekarang dia tahu aku adalah orang yang dia kenal dari masa lalu."
"Tapi bagaimana? Kau terlihat berbeda!"
"Aku tidak yakin," kata Kael. "Mungkin resonansi energi dari kristal itu, atau... mungkin dia memang punya cara untuk mendeteksiku. Dia adalah ilmuwan terkemuka di eraku, Aelira. Pengetahuannya tentang energi dan kesadaran jauh melampaui apa pun di sini."
Aelira gemetar. Ancaman itu tiba-tiba menjadi sangat pribadi dan menakutkan. Bukan hanya kerajaan musuh di perbatasan atau mata-mata di langit. Itu adalah hantu dari masa depan yang mengejar Kael, mengetahui rahasianya yang paling dalam.
"Ayahku..." bisik Aelira. "Audit yang diperintahkan Darron... Kami berhasil menyembunyikan arsip yang paling berbahaya tepat waktu, di brankas lain yang lebih aman di luar istana. Tapi Darron menemukan brankas yang terbuka itu. Dia sangat marah dan curiga. Dia pasti akan menekan Ayah lebih keras."
"Dan dia akan menggunakan kepergianku semalam sebagai bukti bahwa ada yang tidak beres denganku," tambah Kael. "Dia akan mengaitkannya dengan 'pengaruh aneh' atau 'kegilaan'. Dengan Elara Vance yang sekarang tahu identitasku... situasinya jauh lebih rumit dari sebelumnya."
Kael merasa kelelahan luar biasa membanjirinya. Berinteraksi langsung dengan Kristal Resonansi, bahkan hanya sesaat untuk mengganggu proyektor Astrion, telah menguras energinya. Dia juga merasa... sedikit berbeda. Ingatan Arven terasa sedikit lebih jelas di tepiannya, dan dia merasakan getaran samar energi di jari-jarinya, seolah gema dari kristal itu masih ada.
"Analisis energi tubuh: Fluktuasi resonansi terdeteksi. Kemungkinan interaksi dengan Titik Resonansi Primordialis menghasilkan penyesuaian biologis kecil. Efek jangka panjang tidak dapat diprediksi tanpa data lebih lanjut," Arken melaporkan.
Apa pun itu, dia tidak bisa memikirkannya sekarang. Dia harus menghadapi kenyataan yang ada di depannya. Darron. Istana. Astrion. Dan Elara Vance.
"Aku harus membersihkan diriku dan terlihat seperti aku tidak pernah pergi," kata Kael, berusaha bangkit meskipun tubuhnya protes. "Kita harus menghadapi Darron dan intriknya di istana. Sementara itu, kita harus memikirkan apa langkah Astrion selanjutnya, sekarang setelah rencana mereka di titik resonansi digagalkan... untuk sementara."
Aelira mengangguk, tekad muncul kembali di matanya, meskipun masih ada bayangan ketakutan. "Aku akan membantu. Aku akan mencari tahu apa yang Darron rencanakan, apa yang terjadi dengan audit Ayah."
Kael memegang tangan Aelira sejenak. Mereka berdua, melawan ancaman dari masa lalu dan intrik dari masa kini.
"Terima kasih, Aelira," kata Kael tulus.
Saat matahari terbit sepenuhnya di luar jendela, menerangi kamar istana yang mewah, Kael tahu bahwa mereka baru saja melompat dari satu bahaya ke bahaya lain. Pertarungan untuk merebut tahta terasa kecil dibandingkan dengan ancaman yang dibawa oleh Elara Vance dan Astrion. Namun, medan perang politik istana tetap harus dilalui. Dia telah kembali, membawa beban rahasia yang lebih besar dan mengetahui bahwa perburuan dirinya telah dimulai secara resmi. Badai tidak hanya datang; badai sudah ada di sini.